D. Jenis Perlindungan Kerja
Secara teoritis dikenal ada tiga jenis
perlindungan kerja yaitu sebagai berikut : Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja
(Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2007, hal 78
1.
Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan
yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan
pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada
umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan kerja.
Kesehatan kerja
sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan sosial karena
ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan
pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan
pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan
tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi
2.
Perlindungan teknis, yaitu jenis
perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh
terhindar dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau
bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan
kerja.
Keselamatan
kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan
terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja antara
lain :
1)
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2)
Mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran
3)
Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4)
Memberikan kesempatan atau jalan
penyelamatan diri waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5)
Memberikan pertolongan pada kecelakaan
6)
Memberi alat-alat perlindungan diri pada
pekerja
7)
Memperoleh penerangan yang cukp dan
sesuai
8)
Menyelanggarakan suhu dan lembab udara
yang baik
9)
Memeliharaan kebersihan, kesehatan dan
ketertiban
3.
Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis
perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada
pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memnuhi keperluan sehari-hari
baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja
karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut
dengan jaminan sosial.
Penyelenggara program
jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk
memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi
kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang
lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social
security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas
pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga
kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang ( jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan
pelyanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.
Jenis – Jenis Jaminan Sosial tenaga kerja
1.
Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja maupun
penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan
kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.
2.
Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang
meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya
penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga
yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan
berupa uang.
3.
Jaminan hari Tua
Hari tua dapat
mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan
mempengaruhi ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang
penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang
dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (
lima puluh lima ) tahun atau memnuhi persyaratan tersebut.
4.
Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan
dimaksudkan unutk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat
melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang
penyembuhan (kuratif)
Permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjiankerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).
Bentuk
perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap
pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada
perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan
peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social
tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan
bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang
tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Jaminan
pemeliharaan kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau
perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan
untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas
sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena
itu upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan
kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja. Para pekerja
dalam pembangunan nasional semakin meningkat, dengan resiko dan tanggung jawab
serta tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada mereka dirasakan
perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan
kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa aman dalam bekerja.
Perlindungan khusus
Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur perlindungan
khusus pekerja/buruh perempuan, anak dan penyandang cacat sebagai berikut :
1.
Perlindungan pekerja/buruh Anak
a.
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak
(Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun
(Pasal 1 nomor 26).
b.
Ketentuan tersebut dapat dikecualikan
bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai 15 tahun untuk melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dari kesehatan fisik,
mental dan sosial (Pasal 69 ayat( 1)).
c.
Pengusaha yang memperkerjakan anak pada
pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
ü Ijin tertulis dari
orang tua/wali.
ü Perjanjian kerja antara
orang tua dan pengusaha
ü Waktu kerja maksimal 3
(tiga) jam
ü Dilakukan pada siang
hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.
ü Keselamatan dan
kesehatan kerja
ü Adanya hubungan kerja
yang jelas
ü Menerima upah sesuai
ketentuan yang berlaku.
d.
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama
pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja
pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
e.
Anak dianggap bekerja bilamana berada di
tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya (Pasal 73).
f.
Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada
pekerjaan yang buruk, tercantum dalam Pasal 74 ayat (1). Yang dimaksud
pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat (2), yaitu :
ü Segala pekerjaan dalam
bentuk pembudakan atau sejenisnya.
ü Segala pekerjaan yang
memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan
minuman keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
ü Segala pekerjaan yang
memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi
pornografi, pertunjukan porno, perjudian.
ü Segala pekerjaan yang
membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.
2.
Perlindungan Pekerja/Buruh Perempuan
Pekerjaan
wanita/perempuan di malam hari diatur dalam Pasal 76 UU No 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
1)
Pekerja perempuan yang berumur kurang
dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00 pagi.
2)
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kandungannya maupun dirinya, bila bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 pagi,
3)
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagiwajib :
a.
Memberikan makanan dan minumanbergizi
b.
Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di
tempat kerja
4)
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 pagi wajib menyediakan
antar jemput.
Tidak mempekerjakan
tenaga kerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2) yaitu 7 (tujuh) jam sehari
dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau
8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari
kerja dalam seminggu.
Bila pekerjaan
membutuhkan waktu yang lebih lama, maka harus ada persetujuan dari tenaga kerja
dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam sehari dan 14 (empat
belas) jam dalam seminggu, dan karena itu pengusaha wajib membayar upah kerja
lembur untuk kelebihan jam kerja tersebut. Hal ini merupakan ketentuan dalam
Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2).
5)
Tenaga kerja berhak atas waktu istirahat
yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat (2) yang meliputi waktu istirahat untuk:
ü Istirahat antara jam
kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam
terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja
ü Istirahat mingguan 1
(satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 2 (dua) hari untuk 5
(lima) hari kerja dalam seminggu.
ü Cuti tahunan
sekurang-kurangnya 12 (dua belas hari kerja setelah tenaga kerja bekerja selama
12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
ü Istirahat panjang
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan apabila tenaga kerja telah bekerja selama 6
(enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan
tenaga kerja tersebut tidak berhak lagi istirahat tahunannya dalam 2 (dua)
tahun berjalan.
6)
Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa
hak khusus sesuatu dengan kodrat kewanitaannya, yaitu:
ü Pekerja wanita yang
mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua (Pasal 81
ayat (1))
ü Pekerja wanita berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 ayat
(1))
ü Pekerja wanita yang
mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan sesuai
ketentuan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 (2))
ü Pekerja wanita yang
anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui
anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83)
ü Pekerja wanita yang
mengambil cuti hamil berhak mendapat upah penuh (Pasal 84).