E. Alasan Perlunya Perlindungan Tenaga Kerja
Secara yuridis, Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.[2]Kedua kandungan pasal ini merupakan wujud perlindungan hukum bagi para tenaga kerja.
Di antara sebab-sebab mutlak diperlukannya perlindungan bagi tenaga kerja adalah:
1) Posisi tawar yang rendah
Lemahnya kedudukan tenaga kerja dari segi ekonomi dan pendidikan, menyebabkan rendahnya kualitas si pekerja. Tenaga kerja dengan pendidikan yang tidak memadai akan cenderung mendominasi pekerjaan kasar. Hal ini juga disebabkan adanya kualifikasi dari pihak penyedia lapangan kerja dalam mempersyaratkan calon tenaga kerja yang direkrutnya.
2) Hubungan kerja yang tidak seimbang antara pengusaha dan pekerja/buruh dalam pembuatan perjanjian
Pembebanan hak dan kewajiban yang tidak seimbang antara penyedia lapangan kerja dengan pekerja/buruh ini menyebabkan suatu ketimpangan. Secara tidak langsung pekerja/buruh hanya akan diberi pilihan-pilihan yang cenderung merugikan dirinya, sedang di sisi lain memberi banyak keuntungan pada pengusaha.
3) Pekerja/buruh diperlakukan sebagai obyek
Dalam konteks ini, seorang pekerja/buruh diperlakukan tak ubahnya alat yang dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga berakibat pada:
ü Kesewenang-wenangan pengusaha,
ü Tuntutan kerja maksimal,
ü Upah yang sebatas pada upah minimum regional/provinsi,
ü Kurang diperhatikannya masa kerja pekerja/buruh, dan sebagainya.
4) Diskriminasi golongan
Meskipun perbuatan diskriminasi dilarang, namun tak pelak bahwa hal ini masih sering terjadi di kalangan masyarakat, seperti mengenai jenis kelamin, ras, latar belakang sosial, fisik, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip Perlindungan Tenaga Kerja
1. Keselamatan Kerja
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dan terhindar dari bahaya yang sewaktu-waktu dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Berbeda dengan jenis perlindungan kerja yang lain yang umumnya ditekankan untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh juga kepada pengusaha dan juga pemerintah.[5] Berikut pemaparannya.
· Bagi pekerja/buruh, dengan adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja ini akan menciptakan suasana kerja yang tentram dan kondusif, sehingga para pekerja/buruh akan fokus pada pekerjaannya dan tidak was-was apabila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kerja.
· Bagi pengusaha, dengan adanya pengaturan keselamatan kerja ini akan meminimalisir terjadinya kecelakan kerja yang berakibat pada pemberian jaminan sosial.
· Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya peraturan keselamatan kerja yang ditaati, maka apa yang direncanakan pemerintahan untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
a) Kewajiban Pengusaha
Keselamatan para pekerja/buruh di tempat kerja merupakan tanggung jawab pemimpin atau pengurus tempat kerja atau pengusaha. Kewajiban pengusaha atau pimpinan perusahaan dalam melaksanakan keselamatan kerja terbagi menjadi dua, sebagai berikut.
1. Terhadap tenaga kerja yang baru bekerja, iaberkewajiban menunjukkan dan menjelaskan tentang:
· Kondisi dan bahaya yang dapat ditimbulkan di tempat kerja.
· Semua alat pengaman dan pelindung yang diharuskan.
· Cara dan sikap dalam melakukan pekerjaan;
· Memeriksa kesehatan baik fisik maupun mental tenaga kerja bersangkutan.
2. Terhadap tenaga kerja yang telah/sedang dipekerjakan, ia berkewajiban:
· Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan dan penanggulangannya.
· Memeriksa kesehatan fisik dan mental tenaga kerja secara berkala.
· Menyediakan secara cuma-cuma alat perlindungan diri bagi tiap pekerja.
· Memasang gambar atau undang-undang keselamatan kerja, serta nahan pembinaannya lainnya di tempat kerja.
· Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan di tempat kerja ke Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
· Membayar biaya pengawasan keselamatan kerja ke Kantor Perbendaharaan Negara.
· Menaati semua peraturan keselamatan kerja.[8]
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja, kewajiban pengusaha adalah:
1) Menyediakan petugas P3K di tempat kerja;
2) Menyediakan fasilitas P3K di tempat kerja; dan
3) Melaksanakan P3K di tempat kerja.[9]
b) Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh
Dari sudut si tenaga kerja, juga memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan keselamatan kerja. Kewajiban-kewajiban tersebut di antaranya:
1) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh Pegawai Pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja;
2) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan; dan
3) Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku di tempat kerja/perusahaan yang bersangkutan.[10]
Sedangkan hak-hak tenaga kerja adalah:
1) Meminta kepada pimpinan atau perngurus perusahaan tersebut agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
2) Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan tidak memenuhi persyartan, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar