BAB 6
Peranan Pers di Indonesia
A.
Pengertian dan
Karakteristik Pers
Menurut UU 40/ 1999
tentang Pers, pengertian pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
Dalam undang-undang tersebut, pers dapat didefinisikan dengan dua arti :
a) sebagai lembaga (pranata) sosial, pers mengemban harapan-harapan sosial.
Harapan sosial yang ditujukan kepada pers ini ditentukan oleh sistem sosial
yang melingkupinya. Dengan kata lain corak pers sebagai
pranata sosial ditentukan oleh sistem sosial yang menghidupinya
b)
sebagai wahana komunikasi massa.
Sedangkan menurut Drs.
Taufik, pers merupakan usaha
dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan
penerangan, hiburan, keinginan untuk mengetahui berita yang telah/akan terjadi
di sekitar mereka khususnya dan dunia umumnya.
Pers memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a) Periodesitas
b) Publisitas
c) Aktualitas
d) Universalitas
e) Obyektivitas
Apa saja tipologi pers ? Pers atau
media massa dikelompokkan sebagai berikut :
B.
Sistem Pers
Menurut tipologi klasik, sistem pers di dunia ini dibagi dalam 4 sistem
pers besar, yaitu: sistem pers otoritarian, sistem pers libertarian, sistem
pers Soviet-Komunis, dan sistem pers tanggung jawab sosial.. Landasan yang membedakan keempat sistem tersebut adalah filsafat masing-masing
sistem dalam memandang: manusia, masyarakat, negara, dan kebenaran. Perbedaan
filsafat tersebut mengakibatkan lahirnya perbedaan dalam hal penanganan
kebebasan arus informasi.
1.
Sistem pers otoritarian
Paradigma
pers otoritarian adalah paradigma paling tua. Sejarahnya sama panjang dengan
sejarah rezim otoritarian itu sendiri. Pers otoritarian menempatkan media
sebagai alat propaganda pemerintah. Fungsi pers adalah menjustifikasi versi
kebenaran negara tentang berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan
masyarakat. Pers boleh mengeluarkan kritik sejauh tak bertentangan
dengan kepentingan status quo. Otoritas perizinan media ada di tangan
pemerintah. Izin dapat dicabut secara sepihak setiap saat, dan sensor pers
dilakukan secara ketat.
2.
Sistem pers libertarian
Paradigma
liberal adalah antitesa paradigma otoritarian. Pers tak lagi menjadi alat
pemerintah, dan bisa dimiliki secara pribadi. Namun, hukum industrial membuat
kepemilikan media hanya menjadi otoritas para pemodal besar. Kepentingan
pemodal, pertama-tama adalah akumulasi keuntungan, baru kemudian kritik sosial.
Dalam sistem pers liberal, kontrol terhadap media ada di tangan para pemilik
modal di dalam pasar bebas ide-ide yang kapitalistik.
3.
Sistem pers Soviet-Komunis
Menurut
teori ini, media bersifat integral dengan partai politik dan pemerintah serta
tidak diperkenankan adanya kepemilikan pers secara pribadi. Kaum Soviet-Komunis
memandang kebebasan pers hanya akan memperkuat dominasi kaum borjuasi di atas
masyarakat awam.
Sistem pers Soviet-Komunis dipandang sebagai perwujudan
lain dari sistem pers otoritarian
4.
Sistem pers tanggung jawab sosial
Paradigma tanggung jawab sosial merupakan respons dan pengembangan sekaligus kritik terhadap paradigma pers liberatarian. Pers tipe ini diperuntukkan untuk kepentingan publik. Semua masyarakat mempunyai hak dan kebebasan untuk mengeluarakan pendapat. Prinsip bahwa pers harus dilepaskan dari intervensi pemerintah, tetap dipertahankan. Bagi paham ini, pers bebas untuk dimiliki siapa saja. Siapa yang kuat maka dialah yang menguasai pers.
C.
Fungsi Pers
Media sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Melalui media, berbagai peristiwa yang
dilaporkan bisa membentuk dan menyuarakan opini publik. Di negara-negara yang
telah menerapkan sistem demokrasi secara mapan, fungsi tersebut bisa berjalan
relatif baik. Untuk negara yang masih berada dalam transisi demokrasi, peran
ideal pers tersebut masih belum sepenuhnya berjalan. Bahkan pers yang bebas
sering dianggap sebagai suatu permasalahan ketimbang sebuah solusi. Mengapa hal
ini bisa terjadi ? Silahkan diskusikan dengan teman kalian, mengapa pemberitaan
pers sering menimbulkan masalah bagi diri pribadi seseorang, kelompok atau
bahkan pemerintah atau negara ! Apa contohnya ?
Fungsi pers menurut Pasal
3 UU No 40 tahun 1999 :
1) Pers Nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
social;
2)
Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.
Dalam kaitannya dengan
fungsi pers, sekurang-kurangnya ada lima fungsi yang harus dilaksanakan dengan
baik agar pers dapat menjadi pilar keempat demokrasi. Fungsi-fungsi tersebut
adalah :
a.
Penyampaian dan penyebaran informasi.
b. Pendidikan.
c. Hiburan.
d.
Kontrol social. .
e. Agenda setting.
D.
Perkembangan
Pers di Indonesia
1.
Masa Pra kemerdekaan
Di
Indonesia, perkembangan jurnalistik diawali sejak jaman kolonial Belanda.
Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia menggunakan jurnalisme sebagai alat
perjuangan. Di era-era inilah terbit surat kabar Bintang Timur,
Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji. Pada tahun 1855, Bromartani surat
kabar pertama dengan bahasa Jawa terbit. Pada masa ini pers belum merefleksikan
keadaan masyarakat yang ada dalam kekuasaan Belanda dan belum ada
keterkaitan dengan usaaha-usaha meraih kemerdekaan. Pada masa Jepang mengambil
alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang, namun pada akhirnya ada lima media
yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan
Suara Asia.
Baru pada awal abad 20 beberapa orang nasionalis (Abdul Rivai dan
Tirtoadisuryo) menyadari kekuatan media untuk melakukan penggalangan
kekuatan untuk kemerdekaan. Sehingga lahirlah Sunda Berita (1903) dan Medan
Priyayi (1907). Sejak itulah konsep tentang identitas Indonesia mulai tumbuh
dan mencapai puncaknya pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sampai
periode tersebut dari 33 surat kabar yang beredar hanya 8 yang
menggunakan bahasa melayu, selebihnya menggunakan bahasa Belanda dan Cina.
2.
Masa Pasca kemerdekaan
Kemerdekaan
Indonesia membawa berkah bagi perkembangan jurnalisme. Media informasi sangat
berperan pada saat mengumandangkan pembacaan teks proklamasi oleh
proklamator (Ir. Soekarno dan Bung Hatta) sekaligus menandai kemerdekaan
bangsa Indonesia serta berperan pula dalam hal komunikasi serta
pertukaran ide dalam masa perang kemerdekaan. Pemerintah Indonesia menggunakan
Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi dan Harian Daulat Rakjat yang
terbit di Jogjakarta. Selain itu muncul pula berbagai harian yang terbit di
daerah-daerah, seperti Indonesia Raja di Bandung. Harian ini berperan dalam
mempublikasikan berita berita tentang kemerdekaan dan perjuangannya dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan itu, seta berperan sebagai penyebar
isu-isu atau pemikiran-pemikiran Founding Father Indonesia dalam
mendisain negara Indonesia.
Tahun 1962 mulailah bangsa Indonesia dengan
perkembangannya dalam hal teknologi informasi. Pada tahun ini lahir RRI dan
kemudian disusul dengan lahirnya TVRI. Mulai saat inilah bangsa Indonesia
merasa tersatukan sebagai sebuah bangsa. Apa yang terjadi pada daerah
lain akan segera terespon oleh masyarakat dari daerah lainnya.
Di masa orde
baru, nasib pers dapat dikatakan menyedihkan dan memprihatinkan Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak
terjadi pembredelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo
merupakan dua contoh nyata dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang
melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Orde Baru
memainkan politik hegemoninya melalui model-model pembinaan. Setidaknya, ada
dua arah pembinaan yang dapat kita lihat. Pertama, dalam hal pemberitaan
peristiwa atau isu tertentu dan kedua
munculnya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Orde Baru
sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak menghendaki
pemerintahan menjadi terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa.
Fungsi pers sebagai transmisi informasi yang obyektif kurang optimal, karena
model kepemimpinan orde baru cenderung mengekang kebebasan masyarakat.
Perkembangan
pers berikutnya ditandai dengan munculnya kelompok profesional dalam bisnis
media, sepeti Kompas, Suara Indonesia Baru, Berita Buana, Pikiran Rakyat,
tabloit Monitor, Hai, Gadis, dan Mode. Informasi yang disajikanpun sangat
beragam, mulai dari fashion, gaya hidup selebriti, kehidupan manusia
dalam dan luar negeri, musik, film, olehraga, gosip, dll.
Era orde
baru juga merupakan era yang menjadi titik tolak perkembangan televisi dengan
dibangunnya televisi-televisi swasta. Munculnya RCTI,
SCTV, TPI , Indosiar dan Anteve terjadi pada masa ini. Apa yang disiarkan stasiun televisi di
Indonesia bukan hanya seni dan hiburan melainkan pola-pola kultural bahkan
etika masyarakat lain dibelahan bumi lain pula.
Perkembangan lebih menarik lagi dalam dunia media informasi adalah
munculnya media informasi digital mulai tahun 1990-an. Dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, media banyak yang melengkapi
publikasinya dengan menerbitkan edisi on-line, seperti Tempo, Republika,
Kompas, dll. Dengan media ini pula bisa dilakukan interaksi dengan
masyarakat dengan cara pengiriman e-mail. Sikap kritisme msyarakat
Indonesiapun semakin terbentuk.
Pada masa Reformasi, pers sangat dirasakan pengaruhnya bagi warga negara
Indonesia. Pada masa ini pers memainkan peranan penting. Dengan pers dan
media informasi yang didukung oleh kecangggihan teknologi, kita bisa melihat
berbagai peristiwa kehidupan di berbagai belahan dunia, termasuk kegiatan
demonstrasi yang menjurus anarkisme. Jika pemberitaan pers tidak disertai kehati-hatian
tentunya pers dan media bisa juga
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk
memprovokasi masyarakat.
E.
Peranan
Pers dalam Masyarakat Demokrasi
Menurut
McQuail dalam bukunya Mass Communication Theories, ada enam perspektif dalam
hal melihat peran media.
1)
Media massa sebagai window on event and
experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat
apa yang sedang terjadi di luar sana,
media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
2)
Media masa juga sering dianggap sebagai a
mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Media
merupakan cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang
merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak
“bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan
berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media
hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka.
3)
Media massa sebagai filter, atau gatekeeper
yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media
senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk isi (conten) yang lain berdasar
standar para pengelolanya. Di sini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang
apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian .
4)
Media massa sebagai guide, penunjuk jalan atau
interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai
ketidakpastian, atau alternative yang beragam
5)
Media massa sebagai forum untuk mempresentasikan
berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan
terjadinya tanggapan dan umpan balik.
6)
Media massa sebagai interlocutor, yang tidak
hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner
komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.
Peran
media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana pelepas ketegangan atau
hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan mempunyai peran yang
signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi
khalayaknya, sehingga apa yang ada di media massa akan mempengaruhi realitas
subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh
isi media massa inilah yang nantinya mendasari respon dan sikap khalayak
terhadap berbagai obyek sosial. Informasi yang salah dari media massa akan
memunculkan gambaran yang salah pula terhadap obyek sosial itu. Karenanya media
massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian
media massa.
Pers nasional sebagai wahana komunikasi massa , penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan
asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional. Dalam kaitan ini pers harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari pihak manapun.
Selanjutnya, pers juga diharapkan dapat menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam peraturan-perundangan,
khususnya pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang pers disebutkan bahwa peranan pers
nasional secara rinci adalah :
a) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak-hak asasi manusia, dan menghormati kebhinnekaan
c) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan
informasi yang akurat, tepat, dan benar;
d) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
e)
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Pers nasional kecuali berperan informasional, juga harus mampu berperan melakukan hal-hal yang agung, seperti membangkitkan kesetiakawanan kemanusiaan, memperkaya nilai-nilai peradaban manusia, dan mengantarkan manusia dalam kehidupan yang lebih bernilai, berkeadilan, dan menjunjung harkat dan martabat manusia dalam kehidupan yang berbudaya.
F.
Memahami
Kebebasan Pers
Kebebasan
pers merupakan unsur penting dalam
pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan.
Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan
seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu
negara. Oleh karena itu sudah seharusnya jika pers sebagai media informasi dan
juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan
profesi kewartawananya. Hal ini penting untuk menjaga obyektivitas dan transparansi
dalam dunia pers, sehingga pemberitaan dapat dituangkan secara sebenar-benarnya
tanpa ada rasa takut atau dibawah ancaman, sebagaimana pada masa orde baru
berkuasa dengan istilah self-censorship.
Mengenai
nilai-nilai kebebasan pers sendiri, telah diakomodir di dalam UUD 1945 yang
telah diamandemen, yaitu diatur dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3)
serta Pasal 28F. Oleh karena itu, jelas negara telah mengakui bahwa kebebasan
mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir adalah merupakan bagian dari
perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum. Hal ini tidak
berarti bahwa kebebasan pers telah dikekang oleh undang-undang. Yang harus
dikembangkan adalah konsep berpikir bahwa perangkat perundang-undangan tersebut
dibuat dan diberlakukan dengan tujuan untuk membentuk pers yang seimbang,
transparan dan profesional.
Kebebasan pers di Indonesia memiliki ciri atau identitas yang membedakan
dengan kebebasan pers di negara-negara liberal yakni, bahwa kebebasan pers di
Indonesia adalah kebebasan yang fungsional . Artinya, suatu kebebasan yang
diabdikan untuk suatu tujuan tertentu, atau suatu kebebasan yang mengemban
suatu fungsi. Kepentingan umum merupakan tujuan bagi pers dalam melaksanakan
kebebasan pers. Seperti dikatakan oleh Atmakusumah yang mengutip pernyataan
Robert Sinclair, pakar persuratkabaran di Fleet Street, London ; “Dalam
kenyataan, kebebasan pers bukan kebebasan pribadi alami seperti kebebasan meludah, melainkan, suatu
kebebasan bersyarat, kebebasan manusia yang bergantung pada uluran tangan
paling positif dari masyarakat tempat kita hidup. Masyarakat bukan semata-mata
ada dalam teori, melainkan dalam kenyataan adalah mitra yang berpengaruh”.
G. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan
Pers
Perkembangan kehidupan
pers pasca reformasi masih diwarnai oleh banyaknya
keluhan, baik dari masyarakat, pemerintah, maupun dari kalangan pers
sendiri. Mereka pada dasarnya masih
merasakan bahwa tidak sedikit pemberitaan
media massa yang dianggap kurang memperhatikan kode etik jurnalistik
atau pun Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), sehingga berdampak negatif, dan merugikan
masyarakat/pemerintah.
Banyaknya berita yang dikembangkan media
massa baik cetak maupun elektronik yang cenderung hanya untuk menaikkan tiras
atau oplah, atau hanya untuk mencari popularitas saja, berdampak antara lain :
a.
Bagi kehidupan pribadi
Pemberitaan
yang tidak obyektif terhadap seseorang yng dilakukan oleh pers dapat
menimbulkan kerugian bagi orang tersebut , di antaranya :
§ Merusak
citra diri orang yang bersangkutan
§ Timbulnya
fitnah
§ Timbulnya sikap antipati terhadap orang tersebut
b.
Bagi masyarakat
Tidak
tertutup kemungkinan pemberitaan pers yang tidak proporsional dan professional
dapat menimbulkan permasalahan dalam masyarakat seperti :
§
Aktivitas pers yang mengabaikan fungsi memberikan
pendidikan kepada masyarakat, dapat memicu munculnya kekerasan di masyarakat,
anarkhis, main hakim sendiri dan sebagainya.
§ Kebebasan
pers yang tanpa batas dapat membentuk opini di masyarakat yang cenderung
kontraproduktif dengan program dan kebijakan pemerintah
§ Retaknya
hubungan masyarakat dengan pers
§ Rusaknya
citra komunitas masyarakat tertentu karena informasi yang disajikan bertolak
belakang dengan keadaan yang sebenarnya
§ pers
yang berjalan tanpa kontrol dan tanggung jawab dapat berpotensi menjadi media
agitasi yang dapat mempengaruhi psikologis masyarakat yang belum terdidik, yang
jumlahnya lebih besar dibanding masyarakat yang telah terdidik
c.
Bagi bangsa dan Negara
Media massa
yang melakukan penyimpangan kebebasan pers juga dapat merugikan bangsa dan
negara, antara lain :
§ Menurunnya
tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pemerintah/Negara. Masyarakat
dapat bersifat acuh tak acuh terhadap program dan kebijakan pemerintah/Negara
§ Merosotnya
tingkat kepercayaan dunia internasional terhadap bangsa dan Negara Indonesia.
H. Kode etik jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah landasan
moral dan operasional bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya. KEJ memuat
beberapa hal, mulai dari kepribadian dan integritas seorang wartawan, sampai
kepada cara pemberitaan dan menyatakan pendapat; Bagaimana bersikap terhadap
sumber berita; Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Juga berisi penegasan, bahwa penataannya terutama berada pada hati nurani
masing-masing wartawan. Dapat dikatakan, KEJ karena itu diperlukan untuk
menjaga harkat dan martabat profesi kewartawanan sekaligus untuk menjaga
kepercayaan masyarakat.
Pelanggaran kebebasan pers yang bertanggungjawab dapat
berupa:
Ø Pelanggaran dalam program berita seperti pelanggaran asas praduga tak
bersalah dalam tayangan berita kriminal dan pelanggaran privasi dalam tayangan
acara infotainment.
Ø Peradilan oleh pers..
Ø Opini yang menyesatkan.
I.
Upaya-Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan
Kebebasan Pers
Pemerintah memiliki
kewajiban untuk mengendalikan pers agar tercipta “pers yang bebas dan
bertanggung jawab”. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain :
1)
Regulasi
Pers
a) Undang-Undang RI nomor 11 tahun 1966 juncto Undang-Undang RI nomor 4 tahun
1967 juncto Undang-Undang RI nomor 21 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pers
b) Undang-Undang RI nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Undang-Undang ini
mencabut semua ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tentang pers
sebelumnya, karena dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman.
c) Penetapan Presiden nomor 6 tahun 1963 tentang Pembinaan Pers Nasional
d) Surat Keputusan Menteri Penerangan nomor 147/KEP/MENPEN/1975 tantang
Pengukuhan PWI dan SPS sebagai satu-satunya organisasi wartawan dan organisasi
pers penerbit Indonesia
e) Peraturan Menteri Penerangan nomor 01/MENPEN/1985 tentang Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP)
f) Peraturan Menteri Penerangan nomor 01/MENPEN/1998 yang mencabut dan
menyatakan tidak berlakunya lagi Peraturan Menteri Penerangan nomor
01/MENPEN/1985 tentang SIUPP
g) Surat Keputusan Menteri Penerangan nomor 133/SK/MENPEN/1988 yang mencabut
SK Menteri Penerangan nomor 147/MENPEN/1975 tentang Pengukuhan PWI dan SPS
sebagai satu-satunya organisasi wartawan dan organisasi pers penerbit Indonesia
2)
Memfungsikan Dewan Pers Nasional
Dewan
Pers adalah suatu wadah musyawarah non struktural yang mendampingi Pemerintah
dalam membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional yang sehat dan dinamis
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Dewan Pers :
a) Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain
b)
Melakukan pengkajian untuk pengembangan
kehidupan pers
c) Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalisitik
d) Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat
atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
e)
Mengembangkan komunikasi antara pers,
masyarakat dan pemerintahan
f)
Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan
g)
Mendata perusahaan pers
3)
Penegakan supremasi hukum
Semua
aturan hukum dan perundang-undangan tidak mempunyai arti dan dampak apapun
apabila tidak ditegakkan pemberlakuannya secara efektif dalam kehidupan
masyarakat dan negara. Penegakkan hukum yang didukung oleh seluruh lapisan masyarakat
akan mewujudkan supremasi hukum yang menimbulkan kepercayaan masyarakat pada
pemerintah semakin kuat. Kemampuan pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum
termasuk dalam kaitannya dengan kehidupan pers akan sangat membantu
perkembangan pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab.
4)
Mengoptimalkan peranan organisasi pers
Wartawan
adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Organisasi
pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Untuk
mengendalikan pers agar tidak kebablasan kebebasannya, diperlukan pembinaan
oleh organisasi pers seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Aktivitas
pekerja pers perlu mendapat pantauan organisasi wartawan ini. Peningkatan profesionalitas wartawan
dalam melaksanakan pekerjaan jurnalistiknya perlu ditingkatkan terus. Hal ini
sangat penting untuk dilakukan mengingat keberadaan pers sebagai “pilar
keempat” demokrasi sangat menunjang kepentingan pemerintah dalam
menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas. Dengan pers yang terkendali
kebebasannya, diharapkan akan lebih mendorong demokratisasi secara lebih baik.
5)
Meningkatkan kesadaran masyarakat
Peranan
masyarakat dalam dunia pers dinyatakan dalam pasal 17 UU nomor 40 tahun 1999
sbb:
1)
Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2)
Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa:
a)
memantau dan melaporkan analisis mengenai
pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh
pers.
b)
menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers
dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar