Senin, 10 Januari 2022

BAB 6 Peranan Pers di Indonesia

 BAB 6

Peranan Pers di Indonesia

A.      Pengertian dan Karakteristik Pers

Menurut UU 40/ 1999 tentang Pers, pengertian pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dalam undang-undang tersebut, pers dapat didefinisikan dengan dua arti :

a)     sebagai lembaga (pranata) sosial, pers mengemban harapan-harapan sosial. Harapan sosial yang ditujukan kepada pers ini ditentukan oleh sistem sosial yang melingkupinya. Dengan kata lain corak pers sebagai pranata sosial ditentukan oleh sistem sosial yang menghidupinya

b)     sebagai wahana komunikasi massa. 

Sedangkan menurut Drs. Taufik,  pers merupakan usaha  dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan penerangan, hiburan, keinginan untuk mengetahui berita yang telah/akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan dunia umumnya.

Pers memiliki karakteristik sebagai berikut :

a)     Periodesitas  

b)     Publisitas 

c)     Aktualitas

d)     Universalitas

e)     Obyektivitas

Apa saja tipologi pers ? Pers atau media massa dikelompokkan sebagai berikut :

B.    Sistem Pers

Menurut tipologi klasik, sistem pers di dunia ini dibagi dalam 4 sistem pers besar, yaitu: sistem pers otoritarian, sistem pers libertarian, sistem pers Soviet-Komunis, dan sistem pers tanggung jawab sosial.. Landasan yang membedakan keempat sistem tersebut adalah filsafat masing-masing sistem dalam memandang: manusia, masyarakat, negara, dan kebenaran. Perbedaan filsafat tersebut mengakibatkan lahirnya perbedaan dalam hal penanganan kebebasan arus informasi.

1.     Sistem pers otoritarian

Paradigma pers otoritarian adalah paradigma paling tua. Sejarahnya sama panjang dengan sejarah rezim otoritarian itu sendiri. Pers otoritarian menempatkan media sebagai alat propaganda pemerintah. Fungsi pers adalah menjustifikasi versi kebenaran negara tentang berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Pers boleh mengeluarkan kritik sejauh tak bertentangan dengan kepentingan status quo. Otoritas perizinan media ada di tangan pemerintah. Izin dapat dicabut secara sepihak setiap saat, dan sensor pers dilakukan secara ketat. 

2.     Sistem pers libertarian

Paradigma liberal adalah antitesa paradigma otoritarian. Pers tak lagi menjadi alat pemerintah, dan bisa dimiliki secara pribadi. Namun, hukum industrial membuat kepemilikan media hanya menjadi otoritas para pemodal besar. Kepentingan pemodal, pertama-tama adalah akumulasi keuntungan, baru kemudian kritik sosial. Dalam sistem pers liberal, kontrol terhadap media ada di tangan para pemilik modal di dalam pasar bebas ide-ide yang kapitalistik. 

3.     Sistem pers Soviet-Komunis

Menurut teori ini, media bersifat integral dengan partai politik dan pemerintah serta tidak diperkenankan adanya kepemilikan pers secara pribadi. Kaum Soviet-Komunis memandang kebebasan pers hanya akan memperkuat dominasi kaum borjuasi di atas masyarakat awam.

Sistem pers Soviet-Komunis dipandang sebagai perwujudan lain dari sistem pers otoritarian

4.     Sistem pers tanggung jawab sosial

Paradigma tanggung jawab sosial merupakan respons dan pengembangan sekaligus kritik terhadap paradigma pers liberatarian.  Pers tipe ini diperuntukkan untuk kepentingan publik. Semua masyarakat mempunyai hak dan kebebasan untuk mengeluarakan pendapat. Prinsip bahwa pers harus dilepaskan dari intervensi pemerintah, tetap dipertahankan. Bagi paham ini, pers bebas untuk dimiliki siapa saja. Siapa yang kuat maka dialah yang menguasai pers. 

C.    Fungsi Pers

Media sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Melalui media, berbagai peristiwa yang dilaporkan bisa membentuk dan menyuarakan opini publik. Di negara-negara yang telah menerapkan sistem demokrasi secara mapan, fungsi tersebut bisa berjalan relatif baik. Untuk negara yang masih berada dalam transisi demokrasi, peran ideal pers tersebut masih belum sepenuhnya berjalan. Bahkan pers yang bebas sering dianggap sebagai suatu permasalahan ketimbang sebuah solusi. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Silahkan diskusikan dengan teman kalian, mengapa pemberitaan pers sering menimbulkan masalah bagi diri pribadi seseorang, kelompok atau bahkan pemerintah atau negara ! Apa contohnya ?

Fungsi pers menurut Pasal 3 UU No 40 tahun 1999 :

1) Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol social;

2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Dalam kaitannya dengan fungsi pers, sekurang-kurangnya ada lima fungsi yang harus dilaksanakan dengan baik agar pers dapat menjadi pilar keempat demokrasi. Fungsi-fungsi tersebut adalah :

a.     Penyampaian dan penyebaran informasi. 

b.     Pendidikan. 

c.     Hiburan. 

d.     Kontrol social.  .

e.     Agenda setting. 

D.      Perkembangan Pers di Indonesia

1.     Masa Pra kemerdekaan

Di Indonesia, perkembangan jurnalistik diawali sejak jaman kolonial Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah terbit surat kabar Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji. Pada tahun 1855, Bromartani surat kabar pertama dengan bahasa Jawa terbit. Pada masa ini pers belum merefleksikan keadaan masyarakat yang ada dalam kekuasaan Belanda  dan belum ada keterkaitan dengan usaaha-usaha meraih kemerdekaan. Pada masa Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang, namun pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.

Baru pada awal abad 20  beberapa orang nasionalis (Abdul Rivai dan Tirtoadisuryo) menyadari kekuatan media untuk  melakukan penggalangan kekuatan untuk kemerdekaan. Sehingga lahirlah Sunda Berita (1903) dan Medan Priyayi (1907). Sejak itulah konsep tentang identitas Indonesia mulai tumbuh dan mencapai puncaknya pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sampai periode tersebut  dari 33 surat kabar yang beredar hanya 8 yang menggunakan bahasa melayu, selebihnya menggunakan bahasa Belanda dan Cina.

2.     Masa Pasca kemerdekaan

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi perkembangan jurnalisme. Media informasi sangat berperan pada saat mengumandangkan pembacaan teks proklamasi  oleh proklamator (Ir. Soekarno dan Bung Hatta) sekaligus  menandai kemerdekaan bangsa Indonesia serta  berperan pula dalam hal komunikasi  serta pertukaran ide dalam masa perang kemerdekaan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi dan Harian Daulat Rakjat yang terbit di Jogjakarta. Selain itu muncul pula berbagai harian yang terbit di daerah-daerah, seperti Indonesia Raja di Bandung. Harian ini berperan dalam mempublikasikan berita berita tentang kemerdekaan dan perjuangannya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan itu, seta berperan sebagai  penyebar isu-isu atau pemikiran-pemikiran  Founding Father Indonesia dalam mendisain negara Indonesia.

  Tahun 1962 mulailah bangsa Indonesia dengan perkembangannya dalam hal teknologi informasi. Pada tahun ini lahir RRI dan kemudian disusul dengan lahirnya TVRI. Mulai saat inilah bangsa Indonesia merasa  tersatukan sebagai sebuah bangsa. Apa yang terjadi pada daerah lain akan segera terespon oleh masyarakat dari daerah lainnya.

Di masa orde baru, nasib pers dapat dikatakan menyedihkan dan memprihatinkan  Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembredelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh nyata dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).  

Orde Baru memainkan politik hegemoninya melalui model-model pembinaan. Setidaknya, ada dua arah pembinaan yang dapat kita lihat. Pertama, dalam hal pemberitaan peristiwa atau isu tertentu   dan kedua munculnya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).

Orde Baru sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak menghendaki pemerintahan menjadi terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa. Fungsi pers sebagai transmisi informasi yang obyektif kurang optimal, karena model kepemimpinan orde baru cenderung mengekang kebebasan masyarakat.

Perkembangan pers berikutnya ditandai dengan munculnya kelompok profesional dalam bisnis media, sepeti Kompas, Suara Indonesia Baru,  Berita Buana, Pikiran Rakyat, tabloit Monitor, Hai, Gadis, dan Mode. Informasi yang disajikanpun sangat beragam, mulai dari  fashion, gaya hidup selebriti, kehidupan manusia dalam dan  luar negeri, musik, film, olehraga, gosip, dll.

Era orde baru juga merupakan era yang menjadi titik tolak perkembangan televisi dengan dibangunnya televisi-televisi swasta. Munculnya RCTI, SCTV, TPI , Indosiar dan Anteve terjadi pada masa ini.  Apa yang disiarkan stasiun televisi di Indonesia bukan hanya seni dan hiburan melainkan pola-pola kultural bahkan etika masyarakat lain dibelahan bumi lain pula. 

Perkembangan lebih menarik lagi dalam dunia media informasi adalah munculnya  media informasi digital  mulai tahun 1990-an. Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, media banyak yang melengkapi publikasinya dengan menerbitkan edisi on-line, seperti Tempo, Republika, Kompas, dll. Dengan media ini pula  bisa dilakukan  interaksi dengan masyarakat dengan  cara  pengiriman e-mail. Sikap kritisme msyarakat Indonesiapun semakin terbentuk.  

Pada masa Reformasi, pers sangat dirasakan pengaruhnya bagi warga negara Indonesia.  Pada masa ini pers memainkan peranan penting. Dengan pers dan media informasi yang didukung oleh kecangggihan teknologi, kita bisa melihat berbagai peristiwa kehidupan di berbagai belahan dunia, termasuk kegiatan demonstrasi yang menjurus anarkisme. Jika pemberitaan pers tidak disertai kehati-hatian tentunya pers dan media bisa juga  dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memprovokasi masyarakat.

E.      Peranan Pers dalam Masyarakat Demokrasi

Menurut McQuail dalam bukunya Mass Communication Theories, ada enam perspektif dalam hal melihat peran media.

1)     Media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana,  media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

2)     Media masa juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Media merupakan cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. 

3)     Media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk isi (conten) yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di sini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian .

4)     Media massa sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternative yang beragam

5)     Media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.

6)     Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

Peran media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai obyek sosial. Informasi yang salah dari media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap obyek sosial itu. Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media massa.

Pers nasional sebagai wahana komunikasi massa , penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional. Dalam kaitan ini pers harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari pihak manapun. Selanjutnya, pers juga diharapkan dapat menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dalam peraturan-perundangan, khususnya pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang pers disebutkan bahwa peranan pers nasional secara rinci adalah :

a)     Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui

b)     Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak-hak asasi manusia, dan menghormati kebhinnekaan

c)     Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan benar;

d)     Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum

e)     Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

 Pers nasional kecuali berperan informasional, juga harus mampu berperan melakukan hal-hal yang agung, seperti membangkitkan kesetiakawanan kemanusiaan, memperkaya nilai-nilai peradaban manusia, dan mengantarkan manusia dalam kehidupan yang lebih bernilai, berkeadilan, dan menjunjung harkat dan martabat manusia dalam kehidupan yang berbudaya.

F.       Memahami Kebebasan Pers

Kebebasan pers merupakan  unsur penting dalam pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan. Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara. Oleh karena itu sudah seharusnya jika pers sebagai media informasi dan juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan profesi kewartawananya. Hal ini penting untuk menjaga obyektivitas dan transparansi dalam dunia pers, sehingga pemberitaan dapat dituangkan secara sebenar-benarnya tanpa ada rasa takut atau dibawah ancaman, sebagaimana pada masa orde baru berkuasa dengan istilah self-censorship.

Mengenai nilai-nilai kebebasan pers sendiri, telah diakomodir di dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, yaitu diatur dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28F. Oleh karena itu, jelas negara telah mengakui bahwa kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir adalah merupakan bagian dari perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum. Hal ini tidak berarti bahwa kebebasan pers telah dikekang oleh undang-undang. Yang harus dikembangkan adalah konsep berpikir bahwa perangkat perundang-undangan tersebut dibuat dan diberlakukan dengan tujuan untuk membentuk pers yang seimbang, transparan dan profesional.

Kebebasan pers di Indonesia memiliki ciri atau identitas yang membedakan dengan kebebasan pers di negara-negara liberal yakni, bahwa kebebasan pers di Indonesia adalah kebebasan yang fungsional . Artinya, suatu kebebasan yang diabdikan untuk suatu tujuan tertentu, atau suatu kebebasan yang mengemban suatu fungsi. Kepentingan umum merupakan tujuan bagi pers dalam melaksanakan kebebasan pers. Seperti dikatakan oleh Atmakusumah yang mengutip pernyataan Robert Sinclair, pakar persuratkabaran di Fleet Street, London ; “Dalam kenyataan, kebebasan pers bukan kebebasan pribadi alami  seperti kebebasan meludah, melainkan, suatu kebebasan bersyarat, kebebasan manusia yang bergantung pada uluran tangan paling positif dari masyarakat tempat kita hidup. Masyarakat bukan semata-mata ada dalam teori, melainkan dalam kenyataan adalah mitra yang berpengaruh”.

 

G.      Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers

Perkembangan kehidupan pers pasca reformasi masih diwarnai oleh banyaknya keluhan, baik dari masyarakat, pemerintah, maupun dari kalangan pers sendiri. Mereka pada dasarnya masih merasakan bahwa tidak sedikit pemberitaan media massa yang dianggap kurang memperhatikan kode etik jurnalistik atau pun Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), sehingga berdampak negatif, dan merugikan masyarakat/pemerintah.

Banyaknya berita yang dikembangkan media massa baik cetak maupun elektronik yang cenderung hanya untuk menaikkan tiras atau oplah, atau hanya untuk mencari popularitas saja, berdampak antara lain :

a.     Bagi kehidupan pribadi

Pemberitaan yang tidak obyektif terhadap seseorang yng dilakukan oleh pers dapat menimbulkan kerugian bagi orang tersebut , di antaranya :

§ Merusak citra diri orang yang bersangkutan

§ Timbulnya fitnah

§ Timbulnya sikap antipati terhadap orang tersebut

b.     Bagi masyarakat

Tidak tertutup kemungkinan pemberitaan pers yang tidak proporsional dan professional dapat menimbulkan permasalahan dalam masyarakat seperti :

§ Aktivitas pers yang mengabaikan fungsi memberikan pendidikan kepada masyarakat, dapat memicu munculnya kekerasan di masyarakat, anarkhis, main hakim sendiri dan sebagainya.

§ Kebebasan pers yang tanpa batas dapat membentuk opini di masyarakat yang cenderung kontraproduktif dengan program dan kebijakan pemerintah

§ Retaknya hubungan masyarakat dengan pers

§ Rusaknya citra komunitas masyarakat tertentu karena informasi yang disajikan bertolak belakang dengan keadaan yang sebenarnya

§ pers yang berjalan tanpa kontrol dan tanggung jawab dapat berpotensi menjadi media agitasi yang dapat mempengaruhi psikologis masyarakat yang belum terdidik, yang jumlahnya lebih besar dibanding masyarakat yang telah terdidik

c.     Bagi bangsa dan Negara

Media massa yang melakukan penyimpangan kebebasan pers juga dapat merugikan bangsa dan negara, antara lain :

§ Menurunnya tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pemerintah/Negara. Masyarakat dapat bersifat acuh tak acuh terhadap program dan kebijakan pemerintah/Negara

§ Merosotnya tingkat kepercayaan dunia internasional terhadap bangsa dan Negara Indonesia.

H.   Kode etik jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah landasan moral dan operasional bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya. KEJ memuat beberapa hal, mulai dari kepribadian dan integritas seorang wartawan, sampai kepada cara pemberitaan dan menyatakan pendapat; Bagaimana bersikap terhadap sumber berita; Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Juga berisi penegasan, bahwa penataannya terutama berada pada hati nurani masing-masing wartawan. Dapat dikatakan, KEJ karena itu diperlukan untuk menjaga harkat dan martabat profesi kewartawanan sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

Pelanggaran  kebebasan pers yang bertanggungjawab dapat berupa: 

Ø  Pelanggaran dalam program berita seperti pelanggaran asas praduga tak bersalah dalam tayangan berita kriminal dan pelanggaran privasi dalam tayangan acara infotainment.

Ø  Peradilan oleh pers..

Ø  Opini yang menyesatkan.

I.     Upaya-Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan Kebebasan Pers

Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengendalikan pers agar tercipta “pers yang bebas dan bertanggung jawab”. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain :

1)     Regulasi  Pers

a)  Undang-Undang RI nomor 11 tahun 1966 juncto Undang-Undang RI nomor 4 tahun 1967 juncto Undang-Undang RI nomor 21 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers

b)  Undang-Undang RI nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Undang-Undang ini mencabut semua ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tentang pers sebelumnya, karena dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman.

c)  Penetapan Presiden nomor 6 tahun 1963 tentang Pembinaan Pers Nasional

d)  Surat Keputusan Menteri Penerangan nomor 147/KEP/MENPEN/1975 tantang Pengukuhan PWI dan SPS sebagai satu-satunya organisasi wartawan dan organisasi pers penerbit Indonesia

e)  Peraturan Menteri Penerangan nomor 01/MENPEN/1985 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)

f)   Peraturan Menteri Penerangan nomor 01/MENPEN/1998 yang mencabut dan menyatakan tidak berlakunya lagi Peraturan Menteri Penerangan nomor 01/MENPEN/1985 tentang SIUPP

g)  Surat Keputusan Menteri Penerangan nomor 133/SK/MENPEN/1988 yang mencabut SK Menteri Penerangan nomor 147/MENPEN/1975 tentang Pengukuhan PWI dan SPS sebagai satu-satunya organisasi wartawan dan organisasi pers penerbit Indonesia

2)     Memfungsikan Dewan Pers Nasional

Dewan Pers adalah suatu wadah musyawarah non struktural yang mendampingi Pemerintah dalam membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional yang sehat dan dinamis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Dewan Pers :

a)   Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain

b)   Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers

c)   Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalisitik

d)   Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers

e)   Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintahan

f)    Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan

g)   Mendata perusahaan pers

3)     Penegakan supremasi hukum

Semua aturan hukum dan perundang-undangan tidak mempunyai arti dan dampak apapun apabila tidak ditegakkan pemberlakuannya secara efektif dalam kehidupan masyarakat dan negara. Penegakkan hukum yang didukung oleh seluruh lapisan masyarakat akan mewujudkan supremasi hukum yang menimbulkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah semakin kuat. Kemampuan pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum termasuk dalam kaitannya dengan kehidupan pers akan sangat membantu perkembangan pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab.

4)     Mengoptimalkan peranan organisasi pers

Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Untuk mengendalikan pers agar tidak kebablasan kebebasannya, diperlukan pembinaan oleh organisasi pers seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Aktivitas pekerja pers perlu mendapat pantauan organisasi wartawan  ini. Peningkatan profesionalitas wartawan dalam melaksanakan pekerjaan jurnalistiknya perlu ditingkatkan terus. Hal ini sangat penting untuk dilakukan mengingat keberadaan pers sebagai “pilar keempat” demokrasi sangat menunjang kepentingan pemerintah dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas. Dengan pers yang terkendali kebebasannya, diharapkan akan lebih mendorong demokratisasi secara lebih baik.

5)     Meningkatkan kesadaran masyarakat

Peranan masyarakat dalam dunia pers dinyatakan dalam pasal 17 UU nomor 40 tahun 1999 sbb:

1)     Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.

2)     Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a)     memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers.

b)     menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ELEMEN 4 NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA UNIT 1

 Unit 1 Paham Kebangsaan, Nasionalisme dan Menjaga NKRI  Dalam mendalami materi ini silahkan simak Video di bawah ini Pertemuan 1           ...