Senin, 08 Februari 2021

BAB 7 Budaya Politik di Indonesia ( Pertemuan 6)

Pertemuan 6                     

                                                    BAB 7 Budaya Politik di Indonesia

Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik

 

A.     Makna Sosialisasi Kesadaran Politik

 Sosialisasi berasal dari kata asing, socialization. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota. Sosialisasi politik, merupakan proses menumbuhkembangkan pandangan, nilai-nilai dan pengetahuan politik warga negara. Sosialiasasi politik diperlukan untuk mengembangkan budaya politik dalam masyarakat. Dengan kata lain,   sosialisasi politik dimaksudkan untuk membentuk budaya politik warga negara.

Beberapa pendapat para ilmuwan politik tentang definisi sosialisasi politik.

  1. Gabriel Almond : Sosialisasi politik merupakan proses dimana sikap-sikap dan pola tingkah laku diperoleh dan dibentuk dan merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik pada generasi berikutnya
  2. Richard E. Dawson : Sosialisasi politik merupakan pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru dan sarana-sarana sosialisasi lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
  3. Dennis Kavangh : Sosialisasi politik merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana individu belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi politiknya.
  4. David F Aberte : sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan pada individu: ketrampilan-ketrampilan  (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

Secara singkat, sosialisasi politik dipandang sebagai :

·         proses penanaman nilai-nilai politik terhadap individu warga negara yang dilakukan oleh institusi politik, misalnya pemerintah, partai politik dan lembaga sejenis.

·         proses belajar individu mengenai berbagai hal mengenai politik, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung, dalam berbagai lingkungan kehidupannya. Tujuan dari kedua proses tersebut adalah pembentukan orientasi dan perilaku politik.

Dari berbagai pandangan tentang apa itu sosialisasi politik tersebut, dapatlah ditarik  segi-segi/aspek-aspek penting dari sosialisasi politik  sebagai berikut: 1) Sosialisasi politik merupakan proses belajar; 2) Sosialiasi politik berlangsung sepanjang hayat; 3) Sosialisasi politik membentuk pandangan, sikap dan nilai-nilai (orientasi politik); 4) Sosialisasi politik merupakan prakondisi (persiapan) bagi aktifitas politik

Atas dasar definisi sosialisasi politik tersebut, nampak bahwa makna sosialisasi politik adalah ;

·         dapat memperluas pemahaman dan penghayatan terhadap masalah-masalah yang bersifat politis

·         mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

·         lebih meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peran aktif dan partisipasinya terhadap pembangunan politik bangsa

Menurut Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam sosialisasi politik yakni :

1)      Sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus menerus selama peserta itu hidup

2)      Sosialisasi politik dapat berujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi-informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara tegas. Proses itu berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung.

Tipe  Sosialisasi Politik

1.    Sosialisasi Politik Secara Langsung

Sosialisasi politik secara langsung berarti proses  transmisi atau penyampaian pandangan, pengetahuan, dan nilai-nilai politik kepada warga negara di mana warga negara di orientasikan atau diperkenalkan secara langsung kepada hal-hal yang bersifat politik.   Sosialisasi politik secara langsung dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut.

a.       Peniruan Perilaku (Imitasi) : merupakan proses menyerap dan mendapatkan orientasi politik dengan cara meniru orang lain.   

b.      Sosialisasi Antisipatori : adalah sosialisasi politik dengan cara belajar dan berperilaku seperti  tokoh politik yang diidealkan. 

c.       Pendidikan Politik : adalah sosialisasi yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta direncanakan untuk menyampaikan dan menanamkan serta membelajarkan warga negara supaya memiliki orientasi-orientasi politik tertentu. 

d.      Pengalaman Politik : adalah belajar langsung dalam kegiatan-kegiatan politik. Misalnya, terlibat langsung dalam kegiatan partai politik. 

2.    Sosialisasi Politik Secara Tidak Langsung

Sosialisasi politik secara tidak langsung adalah warga negara pada mulanya  diorientasikan kepada hal-hal yang bukan politik (nonpolitik), kemudian  warga negara itu dipengaruhinya untuk memiliki orientasi politik.  Sosialisasi politik secara tidak langsung dapat dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut: 1) Pengalihan Hubungan Antarindividu : Hubungan antarindividu yang pada mulanya tidak berkaitan dengan politik, nantinya dapat berpengaruh pada pembentukan orientasi politik seseorang. ; 2) Magang : merupakan proses belajar melalui praktek secara langsung dalam kehidupan nyata, misalnya   aktif dalam organisasi-organisasi yang ada di dalam sekolah, Perguruan Tinggi, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya; 3) Generalisasi  : berarti menganggap semua sama. Menurut tipe generalisasi, kepercayaan dan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, yang sebenarnya tidak berkaitan dangan politik, dapat mempengaruhi orang untuk berorintasi pada obyek politik tertentu. 

Agen Sosialisasi Politik

Untuk dapat menyampaikan atau mentransmisikan keyakinan, nilai-nilai, pandangan dan sikap-sikap politik kepada warga negara, diperlukan sarana atau media. Sarana atau media itulah yang disebut agen sosialisasi politik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa agen sosialisasi politik adalah sarana untuk melakukan sosialisasi politik. 

Gabriel Almond menyatakan ada enam agen sosialisasi politik yang terdiri dari:  Keluarga. Kelompok Pertemanan; Sekolah; Pekerjaan; Media Massa; Kontak Politik Langsung.

Peran Serta Budaya Politik Partisipan

 

A.     Bentuk-bentuk Budaya Politik Partisipan

Dalam demokrasi, suara rakyat adalah esensi dari demokrasi itu sendiri. Bagaimana suara-suara itu bisa diketahui, didengar, dan dipertimbangkan oleh pemerintah? Tentu saja semua itu bisa terjadi kalau ada partisipasi masyarakat dalam menyuarakan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dari pemerintahannya.   Secara definitif, partisipasi politik diartikan :

  • instrumen di mana masyarakat mengkomunikasikan semua keinginannya kepada pemerinatah.
  • keterlibatan warganegara dalam proses politik, yang intinya adalah proses pengambilan keputusan
  • penentuan sikap dan keterlibatan setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai cita-cita bangsanya.

Menurut Samuel Huntington, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa secara pribadi yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

 Partisipasi politik memiliki berbagai fungsi, di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane, yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri, mengejar nilai-nilai khusus, dan pemenuhan kebutuhan psikologis.   

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi politik di antaranya adalah kesadaran politik, apresiasi politik, modernisasi, status sosial ekonomi, media massa, kondisi pemerintah dan pemimpin politik, kondisi lingkungan dan sebagainya.

 Menurut G.A. Almond dan Sidney Verba, budaya politik akan berfungsi dengan baik apabila budaya politik itu serasi dengan  sistem politiknya. Budaya politik masyarakat Indonesia seharusnya serasi dengan sistem politik Indonesia. Menurut UUD 1945 pasal 1, ayat 2, kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini menunjukan bahwa sistem politik yang dibangun adalah sistem politik demokrasi. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa budaya politik yang sebangun dengan sistem politik demokrasi adalah budaya politik partisipan.  .

Budaya politik berbeda dengan perilaku politik. Budaya politik belum mengarah pada kegiatan, tetapi baru pada orientasi dan sikap warga negara, sedangkan perilaku politik sudah menunjuk pada aktivitas atau kegiatan nyata warga negara dalam kehidupan politiknya.  Pada umumnya, perilaku politik warga negara dipengaruhi oleh budya politiknya. 

 Menurut Ramlan Surbakti, perilaku politik adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan keputusan politik dan pelaksanaannya. Selanjutnya beliau membedakan perilaku politik menjadi dua yaitu :

a.       Perilaku politik lembaga-lembaga dan pejabat

b.      Perilaku politik warga negara biasa.

Partisipasi politik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat sebagai suatu kegiatan, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif.  Gabriel Almond dan Sidney Verba membedakan partisipasi politik menjadi dua yaitu :

1)      Partisipasi politik konvensional, adalah partisipasi politik yang lazim atau biasa, dan pada umumnya dilakukan oleh warga negara.

Termasuk partisipasi politik konvensional antara lain : Pemberian suara (voting); Diskusi kelompok ( seminar); Kegiatan kampanye; Mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, atau eksekutif/ kepala pemerintah; Membentuk atau bergabung dalam kelompok kepentingan (organisasi kemasyarakatan); Komunikasi dengan pejabat politik seperti dialog, audiensi.

Mengajukan petisi

2)      Partisipasi politik nonkonvensional, adalah partisipasi politik yang tidak lazim atau tidak pada umumnya dilakukan oleh warga negara.

Termasuk partisipasi politik nonkonvensional antara lain : Demonstrasi; Mogok; Konfrontasi; Tindakan kekerasan politik   terhadap harta benda, seperti : perusakan, pembakaran, pemboman; Tindakan kekerasan politik terhadap manusia, seperti : teror, penculikan, pembunuhan; Perang, seperti : makar,  pemberontakan, gerilya, kudeta, revolusi

B.     Budaya Politik yang Sesuai dan yang Bertentangan dengan Semangat  Pembangunan Politik Bangsa

                  Robert E.Ward dan Rustow membuat daftar ciri-ciri masyarakat politik yang modern, antara lain :

·      Organisasi pemerintahan yang beraneka ragam dan sistem fungsional yang spesifik

·      Deras, luas dan tingginya efektivitas keputusan-keputusan politik dan administrasinya

·      Minat luas dan partisipasi yang mendalam pada sistem politik

·      Kadar integritas yang tinggi dalam struktur pemerintahan

·      Besarnya peranan prosedur-prosedur rasional dan sekuler dalam proses pengambilan keputusan politik.

Yang menjadi masalah dalam setiap pembangunan politik ialah bagaimana menciptakan etos yang mendorong kemandirian individu dan membantu warganegara melihat dirinya sebagai partisipan politik. Dalam hal partisipasi ini, paling tidak ada dua hal yang perlu ditempuh, yakni :

·       Peningkatan kemampuan.

Peningkatan kemampuan terkait dengan pendidikan umum dan pendidikan politik yang harus      dijalankan dengan cara partisipatif juga.

·       Penciptaan kesempatan

Penciptaan kesempatan berpartisipasi dilakukan dengan cara menciptakan struktur-struktur yang membuka peluang. Salah satu hal yang penting ialah akses kepada informasi. Dengan cara itu, masyarakat dimungkinkan untuk ikut serta mencari pemecahan  berbagai masalah bangsa.

 Pembangunan politik menurut Almond dan Powell adalah respon sistem poltiik terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungan masyarakat dan internasional dan terutama respon sistem terhadap tantangan-tantangan pembinaan negara, pembinaan bangsa, partisipasi dan distribusi. 

Ciri-ciri pembangunan politik :

1)      Semangat umum atau sikap terhadap persamaan.

2)      Kesanggupan suatu sistem nilai.

3)      Differensiasi dan spesialisasi.

Bentuk budaya politik partisipan yang sejalan dengan pembangunan politik bangsa antara lain :

·      Peran aktif dalam memberikan masukan serta  mengkritisi kebijakan publik

·      Peran pasif, yakni mematuhi kebijakan pemerintah

·      Peran positif, yakni meminta kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasarnya supaya sebagai warganegara dapat hidup sejahtera

·      Peran negatif, yakni menolak segala bentuk intervensi pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat privasi

Sebaliknya, budaya politik yang tidak sejalan dengan pembangunan politik bangsa mestinya kita hindari. Sikap dan perilaku yang bertentangan dengan pembangunan politik misalnya :

·      Sikap politik konservatif, yang tidak berkehendak menerima perubahan ke arah yang lebih maju

·    Sikap politik reaksioner, yakni menentang segala kebijakan yang datang dari luar kelompoknya meskipun kebijakan tersebut baik

·      Perilaku anarkis, yakni bertindak bebas tidak mau terikat oleh norma yang berlaku

·    Sikap saling curiga yang berlebihan sehingga mudah terprovokasi, yang akhirnya menimbulkan konflik sosial dan mengancam integrasi bangsa

C.     Budaya Politik Partisipan dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara

Menampilkan peran serta budaya politik partisipan dapat dilakukan pada tingkat makro politik (pemerintahan tingkat nasional) maupun tingkat mikro politik (pemerintahan lokal). Partisipasi politik pada tingkat mikro (lokal) sering dianggap remeh atau kurang penting ketimbang pada tingkat makro (nasional). Hal ini sebenarnya kurang tepat, sebab justru di tingkat lokal sesungguhnya partisipasi politik ini akan lebih efektif, karena warganegara/penduduk dapat mengembangkan beberapa kapasitas untuk menguasai berbagai masalah politik. Berpartisipasi politik di tingkat lokal, misalnya pada pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, dan dapat juga dalam berbagai kegiatan di koperasi, LSM, dsb.

Partisipasi warga negara dalam masyarakat demokratis, harus didasarkan pada pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan akan hak-hak dan tanggung jawab. Partisipasi semacam itu memerlukan:

(1)   penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu

(2)   pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris

(3)   pengembangan karakter atau sikap mental tertentu

(4)   komitmen yang benar terhadap nilai dan prisip fundamental demokrasi.

 Ada dua ukuran pokok yang dapat dipakai untuk menilai partisipasi  politik:

1)      pengetahuan dan penghayatan terhadap politik yang mereka miliki, antara lain tentang hak dan kewajiban sebagai warganegara.

2)      kadar kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik yang berlaku.

      Dari kedua hal tersebut akan lahir pola partisipasi yang aktif dan bertanggung jawab yang dapat menjamin kelangsungan hidup sistem politik itu sendiri. Dilema yang dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya adalah keinginan untuk membangun sistem politik yang demokratis sering dihantui oleh kekhawatiran akan lahirnya partisipasi politik yang kurang sehat.

      Jika disimpulkan, masalah pokok sistem demokrasi di negara-negara berkembang adalah keperluan untuk meningkatkan mutu pengetahuan dan penghayatan politik masyarakat di satu sisi, dan keperluan untuk melihat bahwa masyarakat mengalami perubahan yang memungkinkan untuk mempunyai kadar pengetahuan dan penghayatan yang lebih tinggi daripada waktu sebelumnya.

      Menurut Jeffery M.Paige, melalui kedua faktor tersebut di atas (faktor pengetahuan dan kepercayaan) , dapatlah dibedakan empat tipe partisipasi politik :

·         Kalau pengetahuan/kesadaran politik masyarakat tinggi disertai kepercayaan mereka terhadap sistem politik juga tinggi, maka akan dihasilkan bentuk partisipasi secara aktif.

·         Kalau pengetahuan dan kesadaran politik yang tinggi dibarengi oleh kepercayaan yang rendah terhadap sistem politik, maka akan terjadi sikap dan tingkah laku yang cenderung membangkang (desiden), disertai dengan sikap dan tingkah laku yang kurang responsif dari penguasa.

·         Kalau pengetahuan dan kesadaran politik rendah disertai kepercayaan yang tinggi terhadap sistem politik, maka masyarakat tidak aktif berpolitik tetapi secara diam-diam mereka dapat menerima sistem politik yang berlaku. Partisipasi ini sering terjadi dalam sistem politik tradisional.

·         Kalau pengetahuan dan kesadaran politik rendah disertai kepercayaan yang rendah terhadap sistem politik,maka dimungkinkan adanya perilaku yang pasif dari masyarakat, yang dalam kepasifannya mereka merasa tertekan, oleh karena perlakuan yang mereka anggap sewenang-wenang dari penguasa. Partisipasi ini sering terjadi di negara-negara dengan sistem politik yang totaliter.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ELEMEN 4 NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA UNIT 1

 Unit 1 Paham Kebangsaan, Nasionalisme dan Menjaga NKRI  Dalam mendalami materi ini silahkan simak Video di bawah ini Pertemuan 1           ...