Etos Kerja Masyarakat Indonesia
A. Hakikat
Etos Kerja
Kamus Wikipedia menyebutkan
bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos,
yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral.Dalam bahasa Yunani kuno
dan modern, etospunya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran
yang membentuk seseorang. Pada Webster's New Word Dictionary, 3rd College
Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan,keyakinan
yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos
pada dasarnya adalah tentang etika.
Etika tentu bukan hanya
dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika;
ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan
etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri,
ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa jugaditemukan pada masyarakat
dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong,saling membantu, bersikap sopan
misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa
pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa
lain tidak.
Bila
pengertian etos kerja re-definisikan, etos kerja adalah respon yang unik dari
seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan; respon
atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu
menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem
kepercayaan yang diterima seseorang atau kelompok atau masyarakat.
Menurut Jansen Sinamo, etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi budaya kerja.
B. Aspek-Aspek Etos
(Etika) Kerja
Menurut
Sinamo (2005), setiap manusia memiliki spirit (roh) keberhasilan, yaitu
motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang
menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti,
tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya. Lalu perilaku yang
khas ini berproses menjadi kerja yang positif, kreatif dan produktif.
Dari
ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang ini, Sinamo (2005) menyederhanakannya
menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya
bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang
berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen
itu lalu dikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai
Catur Dharma Mahardika (bahasa Sansekerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan
Utama, yaitu:
1.
Mencetak prestasi dengan motivasi
superior.
2.
Membangun masa depan dengan
kepemimpinan visioner.
3.
Menciptakan nilai baru dengan
inovasi kreatif.
4.
Meningkatkan mutu dengan
keunggulan insani.
Selanjutnya Jansen
Sinamo,
Sang Bapak Etos sekaligus Penulis 8 Etos Kerja Profesional: navigator Anda
menuju sukses, mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah pencari
kesuksesan. Arti sukses itu sendiri dipandang relatif oleh sebagian
masyarakat dari segi pencapaiannya, namun ada satu hal yang tetap dilihat sama
oleh masyarakat dari zaman apapun yakni cara untuk mencapai kesuksesan dengan 8
aspek etos kerja berikut ini :
a. Kerja adalah Rahmat: Bekerja Tulus Penuh Syukur. Bekerja adalah rahmat yang turun dari Tuhan, oleh karena itu harus kita syukuri. Bekerja dengan tulus akan membuat kita merasakan rahmat lainnya.
b.
Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar
Penuh Tanggung Jawab. Amanah melahirkan sebuah sikap
tanggung jawab, dengan demikian maka tanggung jawab harus ditunaikan dengan
baik dan benar bukan hanya sekedar formalitas. Rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan yang di delegasikan kepada kita akan menumbuhkan kehendak kuat untuk melakasanakan tugas dengan benar sesuai job description untuk
mencapai target yang ditetapkan.
c.
Kerja adalah Panggilan: Bekerja
Tuntas Penuh Integritas. Dalam konteks pekerjaan,
panggilan umum ini memiliki arti bahwa apa saja yang kita kerjakan hendaknya
memenuhi tuntutan profesi. Profesi yang kita jalani untuk menjawab panggilan
kita sebagai akuntan, hakim, dokter, dsb. Agar panggilan dapat diselesaikan
hingga tuntas maka diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh
integritas maka kita dapat bekerja dengan sepenuh hati, segenap pikiran,
segenap tenaga kita secara total, utuh dan menyeluruh.
d. Kerja adalah Aktualisasi: Bekerja Keras Penuh Semangat. Aktualisasi adalah kekuatan yang kita pakai untuk mengubah potensi menjadi realisasi. Tujuan dari sikap aktual ini adalah agar kita terbiasa bekerja keras dan selalu tuntas untuk mencapai mimpi dan keinginan kita tanpa merubah diri kita menjadi pecandu kerja.
e.
Kerja adalah Ibadah: Bekerja Serius Penuh
Kecintaan. Segala
pekerjaan yang diberikan Tuhan kepada kita harus kita syukuri dan lakukan
dengan sepenuh hati. Tidak ada tipe atau jenis pekerjaan yang lebih baik dan
lebih rendah dari yang lain karena semua pekerjaan adalah sama di mata Tuhan
jika kita mengerjakannya dengan serius dan penuh kecintaan. Berbekal keseriusan
itu maka hasil yang akan kita peroleh juga akan lebih dari yang kita bayangkan,
begitu pula jika pekerjaan yang kita lakukan didasarkan oleh rasa cinta.
Seberat apapun beban pekerjaan kita, berapapun gaji yang kita dapatkan dan
apapun posisi yang kita pegang akan memberikan nilai moril dan spiritual yang
berbeda jika semua didasari dengan rasa cinta. Jadi ingat, bekerja serius penuh
kecintaan akan melahirkan pengabdian serta dedikasi terhadap pekerjaan.
f.
Kerja adalah Seni: Bekerja Cerdas Penuh
Kreatifitas. Bekerja keras itu perlu, namun bekerja dengan cerdas
sangat dibutuhkan. Kecerdasan disini maksudnya adalah menggunakan strategi dan
taktik dengan pintar untuk mengembangkan diri, memanfaatkan waktu bekerja agar tetap
efektif dan efesien, melihat dan memanfaatkan peluang kerja yang ada,
melahirkan karya dan buah pikiran yang inovatif dan kreatif. Hasilnya, tentu
saja daya cipta kita bukan hanya disenangi oleh pemimpin perusahaan tetapi juga
oleh orang lain karena semua yang kita hasilkan itu adalah karya seni.
g.
Kerja adalah Kehormatan: Bekerja Tekun Penuh
Keunggulan. Kehormatan diri bisa kita dapatkan dengan bekerja. Melalui
pekerjaan, maka kita dihormati dan dipercaya untuk memangku suatu posisi
tertentu dan mengerjakan tugas yang diberikan kepada kita termasuk segala
kompetensi diri yang kita miliki, kemampuan dan kesempatan dalam hidup. Rasa
hormat yang terbentuk dalam diri kita akan menumbuhkan rasa percaya diri yang
akan meningkatkan keinginan kita untuk bekerja lebih tekun.
h.
Kerja adalah Pelayanan: Bekerja Paripurna Penuh
Kerendahan Hati. Tahukah Anda kalau ternyata hasil yang kita lakukan
dalam bekerja bisa menjadi masukan untuk orang lain dan begitu pula sebaliknya.
Sehingga dari proses tersebut kita telah memberikan kontribusi kepada orang
lain agar mereka bisa hidup dan beraktivitas dengan lebih mudah. Jadi, bekerja
juga bisa kita golongkan sebagai salah satu bentuk pelayanan kita terhadap
orang lain.
C. Etos
kerja Pancasila
Etos
kerja Pancasila merupakan pemikiran; nilai-nilainya dikaitkan dengan
nilai-nilai Pancasila, yang tidak tertulis secara eksplisit, tetapi harus
digali lebih dalam, khususnya pada sila Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan
demikian, etos kerja ini dihubungkan dengan sistem keyakinan untuk membedakannya
dari etos kerja yang bersifat sekular seperti yang ditawarkan oleh falsafah
Pragmatisme.
Keunikan etos kerja ini
dengan etos kerja lainnya bisa dilihat dari 10 ciri utamanya, yaitu:
ü
Bekerja dengan Rasa Tanggung-jawab
ü
Bekerja pada Pekerjaan Sesuai Bakat
ü
Bekerja Secara Sistematis
ü
Bekerja dengan Efisien
ü
Bekerja Keras
ü
Bekerja dengan Rajin
ü
Bekerja dengan Tekun
ü
Bekerja dengan Pengharapan
ü Bekerja dengan Cinta Kasih
D. Nilai-Nilai
Budaya Kerja
Nilai-nilai budaya kerja pada prinsipnya
terbagi menjadi lima kelompok besar meliputi :
1)
Nilai-Nilai Sosial, yang terdiri dari : nilai
kemanusiaan, keamanan, kenyamanan, persamaan, keselarasan, efisiensi,
kepraktisan;
2)
Nilai-Nilai Demokratik yang terdiri dari :
kepentingan individu, kepatuhan, aktualisasi diri, hak-hak minoritas,
kebebasan/kemerdekaan, ketepatan, peningkatan.
3)
Nilai-Nilai Birokratik, yang meliputi :
kemampuan teknik, spesialisasi, tujuan yang ditentukan, tugas dalam tindakan,
rasional, stabilitas, tugas terstruktur.
4)
Nilai-Nilai Profesional, termasuk : keahlian,
wewenang memutuskan, penolakan kepentinan pribadi, pengakuan masyarakat,
komitmen kerja, kewajiban sosial, pengaturan sendiri, manfaat bagi pelanggan,
disiplin.
5) Nilai-Nilai Ekonomik, yaitu :rasional, ilmiah, efisiensi, nilai terukur dengan materi, campur tangan minimal, tergantung kekuatan pasar.
E. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Etos Kerja
Etos (etika) kerja dipengaruhi oleh beberapa falsafah Pancasila :
1. Agama
Dasar
pengkajian kembali makna etos kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max
Weber.Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu rasionalitas
(rationality) menurut Weber lahir dari etika Protestan. Pada
dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan
mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir,
bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang
dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,
kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan,
jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau
modernisasi.
Weber memperlihatkan bahwa
doktrin predestinasi dalam protestanisme mampu melahirkan etos berpikir
rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik, berorientasi sukses
(material), tidak mengumbar kesenangan --namun hemat dan bersahaja (asketik),
dan suka menabung serta berinvestasi, yang akhirnya menjadi titik tolak
berkembangnya kapitalisme di dunia modern.
Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism berbagai studi tentang etos kerja berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan modernitas (Sinamo,).
2. Budaya
Luthans mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.
3. Sosial politik
Menurut Siagian, tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
4. Kondisi lingkungan (geografis)
Siagian juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
5. Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi.
6. Motivasi intrinsik individu
Anoraga mengatakan bahwa individu
memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos
kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai
yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang
mempengaruhi juga etos kerja seseorang.
Menurut Herzberg, motivasi yang
sesungguhnya bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam
(terinternalisasi) dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan motivasi
intrinsik. Ia membagi faktor pendorong manusia untuk melakukan kerja ke dalam
dua faktor yaitu faktor hygiene dan faktor motivator. Faktor hygiene merupakan
faktor dalam kerja yang hanya akan berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan
menyebabkan ketidakpuasan. Ketidakhadiran faktor ini dapat mencegah timbulnya
motivasi, tetapi ia tidak menyebabkan munculnya motivasi. Faktor ini disebut
juga faktor ekstrinsik, yang termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan
kerja, kondisi kerja, kebijaksanaan organisasi, hubungan dengan rekan kerja,
dan supervisi. Ketika sebuah organisasi menargetkan kinerja yang lebih tinggi,
tentunya organisasi tersebut perlu memastikan terlebih dahulu bahwa faktor
hygiene tidak menjadi penghalang dalam upaya menghadirkan motivasi ekstrinsik.
Faktor yang kedua adalah faktor
motivator sesungguhnya, yang mana ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan,
tetapi kehadirannya menimbulkan rasa puas sebagai manusia. Faktor ini disebut
juga faktor intrinsik dalam pekerjaan yang meliputi pencapaian sukses
(achievement), pengakuan (recognition), kemungkinan untuk meningkat dalam
karier (advancement), tanggungjawab (responsibility), kemungkinan berkembang
(growth possibilities), dan pekerjaan itu sendiri (the work itself). Hal-hal
ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan menggerakkan
pegawai hingga mencapai performa yang tertinggi.
Dengan memahami apa itu etos
kerja, serta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menerapkan etos kerja
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan sebuah organisasi (termasuk
organisasi Kementerian Keuangan) akan meningkat produktifitas dan
profesionalitas kerjanya.
Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja di semua lini organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat terwujud bangsa Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.
7. Struktur Ekonomi
Tinggi
rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk
bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.