Ide-Ide Pendiri Bangsa tentang
Negara Merdeka
Perjuangan
bangsa Indonesia untuk keluar dari penjajahan melewati fase panjang. Dalam
catatan sejarah disebutkan bahwa kekalahan Belanda atas Jepang dalam perang
Asia Timur Raya menyebabkan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan Belanda
menuju ke penjajahan Jepang. Jepang dapat menguasai wilayah Indonesia setelah
Belanda menyerah di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942.
Jepangmenggunakan sejumlah semboyan, seperti “Jepang Pelindung Asia”, “Jepang
Cahaya Asia”, “Jepang Saudara Tua”, untuk
menarik simpati bangsa Indonesia.
Namun,
kemenangan Jepang ini tidak bertahan lama, karena pihak Sekutu (Inggris, Amerika
Serikat, dan Belanda) melakukan serangan balasan kepada Jepang untuk merebut
kembali Indonesia. Sekutu berhasil menguasai sejumlah daerah. Mencermati situasi
yang semakin terdesak tersebut, pada peringatan Pembangunan Djawa Baroe pada 1 Maret 1945,
Jepang mengumumkan rencananya untuk membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK). Jepang pun mewujudkan janjinya dengan
membentuk Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK) pada 29 April
1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, atas izin Panglima
Letnan Jenderal Kumakichi Harada. Di dalam BPUPK, terdapat dua badan; 1) Badan Perundingan
atau Badan Persidangan, 2) Kantor Tata Usaha atau sekretariat. Badan
Perundingan diisi oleh seorang kaico (ketua),
dua orang fuku kaico (ketua muda atau wakil
ketua) dan 62 orang iin atau
anggota. Termasuk juga dalam BPUPK ini adalah 7 orang Jepang berstatus sebagai pengurus
istimewa yang bertugas mengawasi.
BPUPKI sendiri
diketuai oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan Wakil Ketua Ichibangase Yosio
dan Raden Pandji Soeroso. BPUPK ini melaksanakan 2 kali sidang; 1) 29 Mei-1
Juni 1945 membahas tentang Dasar Negara, 2) 10-17 Juli 1945 membahas tentang
Rancangan Undang-Undang Dasar. Berdasarkan sejumlah naskah, ada sejumlah tokoh
yang turut menyampaikan pidato pada sidang pertama BPUPK, 29 Mei-1 Juni 1945.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada sidang pertama BPUPK selama empat hari,
terdapat 32 anggota BPUPKI yang menyampaikan pidato, yaitu: 11 orang pada 29
Mei, 10 orang pada 30 Mei, 6 orang pada 31 Mei, serta 5 orang pada 1 Juni 1945.
Koleksi
Pringgodigdo menyebutkan beberapa nama yang berpidato pada 29 Mei1945, yaitu:
Margono, Sosrodiningrat, Soemitro, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerjo,
Soesanto, Soedirman, Dasaad, Rooseno, dan Aris. Sementara itu, pada 30 Mei
1945, ada sembilan tokoh yang berpidato pada sidang BPUPK, yaitu: M. Hatta, H.
Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro, Soerachman, Soewandi, A. Rachim, Soekiman,
dan Soetardjo. Adapun pada sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945, ada empat belas
tokoh yang menyampaikan pidato, yaitu: Soepomo, Abdul Kadir, Hendromartono, Mohammad
Yamin, Sanoesi, Liem Koen Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Koesoema Atmaja, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Boentaran.
Sementara pada tanggal 1 Juni, anggota BPUPKI yang menyampaikan pidato di
antaranya Baswedan, Mudzakkir, Otto Iskandardinata, dan Soekarno. Sekurang-kurangnya
terdapat tiga pokok bahasan dalam sidang BPUPKI berkenaan dengan dasar negara,
yaitu: 1), apakah Indonesia akan dijadikan sebagai negara kesatuan atau negara
federal (bondstaat) atau negara
perserikatan (statenbond), 2), masalah hubungan
agama dan negara, dan 3), apakah negara akan menjadi republik atau kerajaan.
Selain
mendiskusikanz secara lisan (pidato), para anggota BPUPKI juga diminta
memberikan usulan secara tertulis untuk kemudian diserahkan ke sekretariat atau
Kantor
Tata Usaha. Untuk
menampung berbagai usulan pemikiran para pendiri bangsa, dibentuklah panitia kecil
yang berjumlah delapan orang.
A. Tokoh-tokoh Pencetus Rumusan Dasar Negara
Gambar 1.1 Mohammad Yamin
Salah satu tokoh yang
menyampaikan pidato pada sidang pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni) adalah Mohammad
Yamin. Ia menyampaikan pidato pada 29 Mei, sekitar 20 menit. Dalam Naskah Persiapan disebutkan bahwa Yamin
menyampaikan pidato tentang lima poin yang menjadi dasar pembentukan negara
merdeka, yaitu:
I Peri Kebangsaan;
II Peri Kemanusiaan;
III Peri Ketuhanan;
IV Peri Kerakyatan
(poin empat ini memiliki anak poin lagi yaitu, permusyawaratan,
perwakilan, dan
kebijakan);
V Kesejahteraan
Rakyat.
Biografi Mohammad Yamin
Mohamad Yamin
lahir di Sumatera Barat pada 24 Agustus 1903, wafat pada 17 Oktober 1962.
Pendidikan dasarnya ditempuh di Hollandsch- Inlandsche School (HIS) Palembang.
Kemudian ia melanjutkan ke Algemeene
Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di sekolah AMS ini, ia belajar sejarah purbakala dan
berbagai bahasa seperti Yunani dan Latin. Ia berencana melanjutkan pendidikan
ke Belanda, tetapi diurungkan karena ayahnya wafat. Akhirnya ia melanjutkan
kuliah ke Rechtshoogeschool te Batavia
(Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta yang
kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia berhasil memperoleh gelar Meester in de
Rechten (Sarjana Hukum) pada 1932. Yamin adalah seorang penulis dan aktivis. Ia
melahirkan banyak karya. Ia juga aktif Jong Sumatranen Bond. Pada tahun 1942,
ia menjadi anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, ia menjadi anggota
Volksraad Gerindo. Pada saat pendudukan Jepang, Yamin bertugas pada Pusat Tenaga
Rakyat (PUTERA). Pada tahun 1945, ia terpilih menjadi anggota BPUPKI.
Setelah Indonesia
merdeka, ia pernah menjadi Anggota DPR RI, Menteri Kehakiman (1951-1952),
Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953-1955), Menteri Urusan
Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional, Ketua Dewan
Pengawas IKBN Antara (1961-1962), Menteri Penerangan (1962-1963).
Selain
itu, Mohammad Yamin disebutkan membuat konsep tertulis tentang Indonesia
merdeka, yang isinya berbeda dengan isi pidatonya. Dalam konsep tertulisnya,
Mohammad Yamin menuliskan lima poin bagi Indonesia merdeka, yaitu:
a. Ketuhanan Yang Maha
Esa;
b. Kebangsaan
persatuan Indonesia;
c. Rasa kemanusiaan
yang adil dan beradab;
d. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan;
e. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Soepomo
Gambar 1.2 Soepomo
Sumber : https://tirto.id/m/soepomo-wx
Pada
31 Mei 1945, Soepomo juga menyampaikan pidato di BPUPKI. Soepomo berbicara
mengenai struktur sosial bangsa Indonesia yang ditopang oleh semangat persatuan
hidup, semangat kekeluargaan, keseimbangan lahir batin masyarakat, yang
senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya demi menyelenggarakan keinsyafan
keadilan rakyat. Nugroho Notosutanto menafsirkan bahwa Soepomo menyampaikan lima
dasar bagi negara merdeka, yaitu: (1) Persatuan, (2) Kekeluargaan, (3)
Keseimbangan lahir dan batin, (4) Musyawarah, (5) Keadilan rakyat.
Dalam
pidato ini, Soepomo juga menyebutkan mengenai aliran pikiran (staatsidee) Indonesia nantinya,
yaitu negara yang integralistik. Dalam konteks hubungan agama dan negara,
Soepomo memiliki pandangan yang sama dengan pidato pemikiran Mohammad Hatta
pada 30 Mei 1945, yaitu pemisahan agama dan negara. Urusan keagamaan harus
dipisahkan dengan urusan kenegaraan. Mari kita baca beberapa pokok pikiran yang
disampaikan Soepomo pada siding BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, yang dimuat dalam Naskah Persiapan karya Mohammad Yamin.
Selain
itu, Soepomo juga membicarakan soal struktur dan karakteristik bangsa Indonesia,
di mana negara Indonesia merdeka harus merujuk pada karakteristik bangsa
Indonesia tersebut. Struktur masyarakat Indonesia dalam hemat Soepomo adalah
bercita-cita pada persatuan hidup, keseimbangan lahir dan batin, senantiasa bermusyawarah,
dan kekeluargaan. Di bagian lain pidatonya, Soepomo juga menyebut agar warga
negara cinta tanah air. Soepomo juga mengutip Panca Dharma pasal dua yang
berbunyi: Kita mendirikan negara Indonesia yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil.
Selain itu, Soepomo juga meng usulkan bentuk negara integralistik, yang dimaknai sebagai negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun. Soepomo juga menyoroti soal hubungan agama dan negara. Ia setuju dengan pemikiran Moh. Hatta, yaitu adanya permisahan agama dan negara.
Biografi Soepomo
Prof. Dr. Soepomo lahir pada Sukoharjo,
Jawa Tengah pada 22 Januari 1903. Soepomo berkesempatan
meneruskan pendidikannya di ELS (Europeesche
Lagere School), setara sekolah dasar di Boyolali
(1917). Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920) dan menyelesaikan pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia pada tahun 1923. Lalu, Soepomo ditunjuk sebagai pegawai
pemerintah kolonial Hindia Belanda yang diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen. Antara tahun 1924
dan 1927, Soepomo mendapat kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum yang
dikenal sebagai "arsitek" ilmu hukum adat
Indonesia dan ahil hukum internasional, salah satu konseptor Liga Bangsa Bangsa. Tesis doktornya yang berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta) tidak saja mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe 1993). Soepomo meninggal dalam usia muda akibat serangan jantung di Jakarta pada 12 September 1958 dan dimakamkan di Solo.
3. Soekarno
Gambar 1.3 Soekarno
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Presiden_Sukarno.jpg
Soekarno
mengawali pidatonya tanpa teks pada 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, ia memberikan
catatan kritis terhadap para anggota BPUPKI yang telah menyampaikan pidato di
forum itu. Soekarno menilai bahwa isi pidato mereka tidak menjawab pertanyaan pokok
yang diajukan oleh Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPKI.
Secara
tersirat, Soekarno memberikan respons terhadap pidato-pidato sebelumnya, khususnya
yang disampaikan oleh Soepomo tentang hukum internasional, tentang syarat
negara merdeka, yaitu bumi (tanah air), rakyat dan pemerintah. Kemudian,
Soekarno memaparkan betapa pentingnya philosophische grondslag atau weltanschauung bagi berdirinya sebuah
negara. Istilah Pancasila philosophische grondslag berasal dari bahasa
Belanda, sebuah terminologi yang sudah dipahami oleh anggota BPUPK. Kata philosophische bermakna ilsafat,
sementara grondslag
berarti norma (lag), dasar (grands).
Soekarno kemudian
menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia Merdeka yang pertama adalah
Kebangsaan Indonesia.
Rumusan Dasar Negara
yang di utarakan oleh Soekarno :
1. Kebangsaan
Indonesia.
2. Internasionalisme,
atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, atau
demokrasi.
4. Kesedjahteraan
sosial.
5. Keetuhanan yang
berkebudayaan
Kelima prinsip dasar atau philosophische grondslag atau weltanschauung tersebut oleh Soekarno
tidak disebut dengan Panca Dharma. Dengan petunjuk temannya yang ahli bahasa,
kelima prinsip tersebut dinamakan sebagai Pancasila.
Biografi Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya,
Soekarno mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri
Hartini mempunyai Taufan dan Bayu. Sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama
asli Naoko Nemoto, mempunyai anak Kartika. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang
tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, Soekarno tinggal di Surabaya, indekos
di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.
Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di
HBS itu, Soekarno menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun
1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool
atau sekolah Tekhnik Tinggi yang
sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei
1926. Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai
Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia merdeka.
Akibatnya, Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29
Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya
berjudul Indonesia Menggugat, Soekarno menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa
yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah.
Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebaspada tahun 1931,
Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya,
Soekarno kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933.
Empat tahun kemudian, dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui
perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945,
Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945, Soekarno terpilih secara aklamasi
sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, Soekarno juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Soekarno berupaya mempersatukan nusantara nusantara nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin melalui Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, hingga akhirnya pada Minggu, 21 Juni 1970, Soekarno meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".