Bab II
Fungsi dan Peran Pancasila
dalam Kehidupan Bangsa
dan Negara Indonesia
A.
Makna
Ideologi
Menurut
The advance Learner’s Dictionary, Ideologi diartikan suatu sistem dari
idea atau hasil pemikiran yang telah dirumuskan untuk theori politik atau
ekonomi. Webster’s New World Dictionary mengartikan idologi merupakan
doktrin-dotrin, pemikiran, pemikiran atau cara berpikir seorang atau klas atau
lainya.
Lahirnya
ideologi suatu bangsa melalui sejarah yang panjang, sesuai dengan tantangan,
nasib, dan perjuangan suatu bangsa atau indiidu yang mencetuskannya. Begitu
juga Ideologi Pancasila tidak begitu saja lahir, tetapi melalui sejarah panjang
sesuai dengan perjalanan hidup bangsa Indonesia mulai dari jaman prasejarah,
sejarah, penjajahan, sampai perumusan Pancasila dan kemerdekaan serta
ditetapkannya Pancasila secara syah pada tanggal 18 Agustus 1945, menjadi dasar
negara dan sekaligus sebagai idiologi negara. Pancasila sebagai ideologi
memberi spirit perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya.
Dengan
demikian Idiologi Pancasila bersifat dinamis, bergerak mengikuti perkembagan
ilmu pengetahuan, dan teknologi serta social budaya, baik yang ada dalam negeri
maupu dari luar negeri.
Beberapa pandangan tentang
ideologi dapat dikemukakan sbb:
a.
W.White : ideologi adalah soal
cita-cita politik atau doktrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakat atau
sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan
b.
Soerjanto
Poespowardojo
: ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan
menjadi landasan bagi seseorang (atau masyarakat) untuk memahami jagat raya dan
bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.Berdasarkan pemahaman
yang dihayatinya itu seseorang menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar
serta apa yang dinilai baik dan tidak baik
c.
Oetojo
Oesman dan
Alfian : ideologi itu berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem
nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang
oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka.
Pada hakekatnya, ideologi adalah hasil
refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia
kehidupannya. Antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi hubungan
dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam
interaksi yang mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi
mencerminkan cara berfikir masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju
cita-citanya. Dengan demikian, terlihatlah bahwa ideologi bukanlah sekedar
pengetahuan teoritis belaka, tetapi menjadi sesuatu yang dihayati menjadi suatu
keyakinan. Ideologi adalah pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkannya.
Semakin mendalam kesadaran ideologi seseorang akan semakin tinggi pula komitmen
untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seseorang yang
meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normatif yang harus ditaati
dalam hidup bermasyarakat.
Pentingnya
Ideologi Bagi Negara
Jika
menengok sejarah kemerdekaan negara-negara dunia ketiga, baik yang ada di Asia,
Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama berada di bawah
cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan
pandangan, cita-cita, nilai dan keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kenyataan
hidup. Ideologi dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu
membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan, memberikan orientasi mengenai dunia
beserta isinya, serta menanamkan motivasi dalam perjuangan masyarakat untuk
bergerak melawan penjajah, yang selanjutnya mewujudkannya dalam sistem dan
penyelenggaraan negara.
Sedangkan
jika dikaitkan dengan kondisi kekinian, secara singkat dapat dinyatakan bahwa
arti pentingnya ideologi bagi suatu
bangsa adalah memberi dasar, arah dan
tujuan bagi bangsa dan negara dalam menjalankan kehidupannya dalam rangka
mewujudkan cita-cita bangsa.
Dimensi
ideologi
Menurut
Alfian, ideologi perlu mengandung tiga dimensi penting dalam dirinya
supaya dapat memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap perkembangan
aspirasi masyarakatnya dan tuntutan perubahan zaman. Ketiga dimensi itu adalah
:
a.
Dimensi
realita
Nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam ideologi bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup
di dalam masyarakatnya terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka
betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik
mereka bersama. Dengan begitu, nilai-nilai dasar ideologi itu tertanam dan
berakar di dalam masyarakatnya.
b.
Dimensi
idealisme
Suatu
ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau
cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dihayati suatu masyarakat atau
bangsa mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama mereka.
c.
Dimensi
fleksibilitas
Dimensi
fleksibiltas atau pengembangan hanya mungkin dimiliki secara wajar dan sehat
oleh suatu ideologi yang terbuka atau demokratis. Hal ini disebabkan karena
ideologi yang terbuka atau demokratis justru menemukan, meletakkan atau bahkan
mempertaruhkan relevansi atau kekuatannya pada keberhasilannya merangsang
masyarakatnya untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai
dasar yang terkandung di dalamnya. Melalui pemikiran-pemikiran baru
tentang dirinya, ideologi itu
mempersegar dirinya, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu-kewaktu.
B.
Ideologi terbuka dan Ideologi Tertutup
Perbedaan
ideologi terbuka dan ideologi tertutup dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yang dapat dipaparkan sebagai berikut :
No
|
Ideologi terbuka
|
Ideologi tertutup
|
1
|
Sistem
pemikiran yang terbuka
|
Sistem
pemikiran yang tertutup
|
2
|
Nilai-nilai
dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil
dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri
|
Cenderung
memaksakan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakatnya yang tidak
sesuai dengan keyakinan dan pemikiran masyarakatnya
|
3
|
Dasar
pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan
hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
|
Dasar
pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perorangan atau satu
kelompok orang
|
4
|
Tidak
diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga
ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat
|
Pada
dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa
negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh warga masyarakat
|
5
|
Tidak hanya
dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat
|
Pada
hakikatnya ideologi tersebut hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk
melanggengkan kekuasaannya dan cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari
sudut pandang penguasa saja
|
6
|
Isinya tidak
bersifat operasional. Ia baru bersifat operasional apabila sudah dijabarkan
ke dalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan perundangan lainnya
|
Isinya
terdiri dari tuntutan-tuintutan kongkrit dan operasional yang bersifat keras
yang wajib ditaati oleh seluruh warga masyarakat
|
Ideologi
tertutup adalah suatu sistem pemikiran yang tertutup, yang bersifat totaliter
dan mutlak untuk taat dan memenuhi tuntutan ideologi tersebut (Kaelan, 2004).
Sedangan
idiologi terbuka adalah: sistem pemikiran yang terbuka untuk dipelajari dan
menerima perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat, bangsa dan mengikuti
perubahan sesuai dengan sistem kehidupan dunia yang mengglobal. Atas dasar
pengertian tersebut ciri ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya digali dan diambil dari nilai-nilai budanya
sendiri, dan merupakan hasil musyawarah.
2. Memiliki
kebenaran yang obyekif dan universal, bukan benar menurut golongan
tertentu/doktrin.
3. Terbuka
menerima penemuan-penemuan baru dan perubahan baik datangnya dari luar maupun
dari dalam negeri
Kekuatan Dan Ciri-Ciri Ideologi Yang Sukses
Suatu
ideologi dianggap mempunyai kekuatan jika mendapat dukungan dari bangsa itu
sendiri dan dunia internasional, dan Memiliki kebanaran dan obyektifitas
ditinjau dari epistimologi (filsafat) ciri-ciri ideologi yang sukses
diantaranya:
1. Moral (Morality)
Ideologi harus memiliki dasar moral yang dijunjung tinggi dan menjadi
kepercayaan setiap warga, dalam bersikap, berpri. baik hidup bermasy. dan
berbangsa.
2. Fleksibel
(Flexisibility) artinya mudah mengikuti perkembangan jaman sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
C. Pancasila
Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Sebagai warga bangsa yang memiliki kesadaran
bernegara, tentunya kita merenungkan dan bercermin pada apa yang telah diwariskan oleh "Founding Father",
yakni suatu tatanan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Para pendahulu telah menempatkan Pancasila sebagai ideologi negara
Indonesia. Pancasila merupakan alat
pemersatu NKRI, karena dalam sila-silanya mengalir filosofi yang sangat
mendasar mengarahkan bangsa Indonesia pada suatu kehidupan yang utuh : taat
kepada agama yang diyakini, toleransi, bersatu, saling menghormati, tolong
menolong dan senasib sepenanggungan, menerapkan kesepakatan dalam dinamika
negara demokrasi, adil, makmur, aman dan sejahtera.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan
hukum universal, juga sebagai ideologi terbuka yang dinamis bukan statis.
Pancasila, digali dari nilai nilai luhur bangsa Indonesia dari Sabang sampai
Merauke yang memberikan filosofi, suatu tatanan yang mendasar dalam "Pluralism
-State", cara pandang dan “Way of Life” yang mengikat
sebagai hukum dasar dalam sistem kenegaraan di Indonesia. Menurut Alfian,
keorisinilan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia terletak pada tiga
kenyataan, yakni :
1) Bangsa Indonesia sendiri yang memilih sila dari dalam dirinya
2) Bangsa Indonesia pula yang memutuskan urut-urutan kelima sila itu
sebagaimana sekarang
3) Bangsa Indonesia mempersiapkan kelima sila itu sebagai satu rangkaian
kesatuan yang utuh, bukan terpisah-pisah
Pilihan Pancasila sebagai ideologi ternyata
tepat, sebab hanya sejarah yang dapat membuktikannya. Makin lama-makin panjang
hidupnya bangsa berdasarkan Pancasila itu, makin dirasakan betapa tepatnya
Pancasila itu sebagai ideologi bangsa. Pembuktian tepat tidaknya Pancasila
sebagai ideologi bangsa ini memang tidak dapat diukur secara perhitungan
matematis, atau menurut perhitungan biasa, tetapi hal itu dirasakan dan
diyakini oleh bangsa dalam perjalanan hidupnya. Pembuktian itu adalah tindakan
yang diperlihatkan oleh bangsa ketika ada perlawanan bersenjata, ataupun kudeta
yang mencoba menggantikan dasar negara Pancasila dengan ideologi lain. Usaha mempertahankan ideologi ini ditunjukkan dengan pengorbanan jiwa dan
materi.
Atas ideologi ini, bangsa yang beraneka ragam
suku dan kebudayaannya dapat hidup dengan serasi. Persatuan dapat dipelihara,
mereka berjuang bersama membina negara ini.
Kekurangan suatu ideologi bila tidak dirasakan tepat oleh masyarakat,
akan kehilangan kekuatannya. Rakyat tidak akan mau secara sukarela
mempertahankan sesuatu kalau hal tersebut tidak dirasakan sebagai panggilan
hidupnya.
Pilihan Pancasila sebagai ideologi paling tidak didasarkan pada
alasan a.l.:
a. Mengambil
ideologi lain yang sudah dianggap mapan, kemudian dimasukkan ke dalam negaranya
sendiri adalah merupakan suatu percobaan. Setiap bangsa mempunyai kepribadian
sendiri, historis yang berlainan, sistem masyarakat yang berbeda.
b.
Kehidupan masyarakat suatu bangsa merupakan
keunikan. Setiap sistem kemasyarakatan yang dianggap ideal terkandung di dalam
kehidupan kebudayaan suatu bangsa. Sebenarnya tergantung pada bangsa itu
sendiri, mana yang dianggapnya paling tepat dipakai sebagai ideologi bangsa dan
negaranya.
c. Dari sekian ideologi yang telah dan pernah ada, telah nampak kekurangan-kekurangannya,
baik liberalisme, fasisme, komunisme maupun sosialisme. Ideologi
tersebut berkisar mengenai manusia dan masyarakat. Di satu pihak memuja
individu, sementara dipihak lain memuja masyarakat. Dilihat dari kedudukan
manusia di dalam perkembangan sejarahnya, maka ekstrimitas itu selalu
mengandung kekurangan di dalam perkembangannya. Kekurangan-kekurangan pada
masing-masing ideologi tersebut tidak usah ditiru, dan juga sebenarnya tidak
dapat diadakan tambal sulam, karena ideologi itu merupakan satu kesatuan. Setiap ideologi ada karakteristiknya.
Karakteristik Ideologi
Pancasila
Karakteristik atau ciri khas ideologi
Pancasila adalah sbb:
§
Pertama :
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti pengakuan bangsa Indonesia
akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dunia dengan segala isinya. Tuhan
sebagai kausa prima, karena itu sebagai umat yang bertuhan, dengan sendirinya
harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
§
Kedua ialah
penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku dan bahasanya. Sebagai umat
manusia, kita adalah sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
§
Ketiga,
bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa. Di dalam persatuan itulah
dapat dibina kerjasama yang harmonis. Dalam hubungan ini, maka persatuan
Indonesia kita tempatkan di atas kepentingan sendiri. Pengorbanan untuk
kepentingan bangsa, lebih ditempatkan daripada pengorbanan untuk kepentingan
pribadi.
§
Keempat,
adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan bernegara berdasarkan atas
sistem demokrasi. Dalam pelaksanaan demokrasi kita mementingkan musyawarah.
Musyawarah tidak didasarkan atas kekuasaan mayoritas maupun minoritas.
§
Kelima,
adalah keadilan sosial bagi hidup bersama, Keadilan dalam kemakmuran adalah
cita-cita bangsa kita sejak lampau. Sistem pemerintahan yang kita anut
bertujuan untuk tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila senantiasa
berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, namun
pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita
hadapi setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi
Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan
diri dengan perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi
Pancasila mengandung nilai-nilai sbb.:
1. Nilai
dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan,
Kemanusiaam,Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut
bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta
nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat
pada kelangsungan hidup negara. Nilai dasar ini selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Nilai
instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar
ideologi Pancasila. Misalnya, program-program pembangunan yang dapat
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang,
dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada
aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan
3. Nilai
praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental
dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah penjabaran nilai-nilai
Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan
perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat.
Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat
ideal berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap
baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi
harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara
struktural memiliki tiga dimensi yakni :
a. Dimensi
idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis,
rasional dan menyeluruh itu pada hakekatnya bersumber pada falsafah Pancasila,
karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem
filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan
harapan, optimisme serta mampu mendorong motivasi pendukungnya untuk berupaya
mewujudkan cita-citanya.
b. Dimensi
normatif
Dimensi ini
mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu
dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma
keagamaan. Dalam pengertian ini, Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
yang merupakan tertib hukum tertinggi serta merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental. Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam
langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan
hukum yang jelas.
c. Dimensi
realita
Dimensi ini mengandung makna
bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang
berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan
yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru
yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang
terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu
dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan dimensi Pancasila sebagai ideologi terbuka,
maka ideologi Pancasila :
a. Tidak
bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari
kehidupan sehari-hari secara nyata.
b. Bukan
merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma
yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan
c. Bukan
merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi
praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
D.
Proses
Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Sejarah perumusan Pancasila dapat
diuraikan sebagai berikut :
- Pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Padat
tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang disebut
Dokuritsu Junbi Choosakai (selanjutnya disebut : Badan Penyelidik). Badan ini
kemudian terbentuk pada tanggal 29 April 1945, tetapi baru dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945. Dengan terbentuknya Badan Penyelidik yang dipimpin oleh
Dr. Rajiman Wedyodiningrat, bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan
kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai
negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini kita jadikan suatu tonggak
sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
- Sidang BPUPKI
BPUPKI mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama
tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, membahas usulan dasar negara. Sidang
kedua tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945, membahas rancangan
Undang-Undang Dasar Negara.
Dalam sidang pertama BUPKI, dikemukakan usul dasar negara
sbb :
· Mr.
Muhammad Yamin (tanggal 29 Mei 1945) mendapat kesempatan pertama untuk
mengemukan pidatonya di hadapan sidang-lengkap Badan Penyelidik. Dalam pidatonya mengenai Asas dan Dasar
Negara kebangsaan Republik Indonesia, beliau mengemukakan :
1)
Peri
Kebangsaan
2)
Peri
Kemanusiaan
3)
Peri
Ketuhanan
4)
Peri
Kerakyatan
5)
Kesejahteraan
Rakyat
Setelah
berpidato beliau mengusulkan secara tertulis lima asas dasar negara dalam
rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang
rumusannya sebagai berikut :
1)
Ketuhanan
Yang Maha Esa
2)
Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3) Rasa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perlu dicatat disini, bahwa usul lima asas dasar Negara
yang dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin secara lisan dan dikemukkan secara
tertulis terdapat perbedaan baik perumusan kata-katanya maupun sistematikanya.
·
Mr.Soepomo ( tanggal 31 Mei 1945) menyampaikan usulan
dasar negara sbb :
1) Paham Negara Kesatuan
2) Perhubungan Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
3) Sistem Badan
Permusyawaratan
4) Sosialisasi Negara
5) Hubungan antar Bangsa
Dalam
pidatonya, Soepomo mengemukakan teori-teori negara sbb:
1) Teori negara perseorangan
(individualis), sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, JJ Roesseau, Herbert
Spencer, HJ Laski. Menurut faham ini, negara adalah masyarakat hukum (legal
society) yang disusun atas kontrak sosial seluruh rakyat.
2) Teori
negara kelas (Class Theory) atau teori golongan, yang diajarkan oleh Marx,
Engels dan Lenin. Menurut
teori ini, negara adalah alat dari suatu golongan (kelas) untuk menindas
golongan (kelas) lain.
3)
Paham negara integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza,
Adam Muller, Hegel. Menurut paham ini, negara bukanlah untuk menjamin
perseorangan atau golongan , melainkan menjamin kepentingan masyarakat
seluruhnya sebagai suatu persatuan. Negara adalah susunan masyarakat yang
integral, segala golongan, bagian atau anggotanya saling berhubungan erat satu
sama lain dan merupakan kesatuan organis.
Dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia
Soepomo mengusulkan :
a)
Pendirian negara nasional yang bersatu dalam arti
totaliter, yakni negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan
terbesar, akan tetapi yang mengatasi semua golongan, baik golongan besar maupun
kecil. Dalam negara yang bersatu ini, urusan agama diserahkan kepada
golongan-golongan agama yang bersangkutan
b)
Agar para warganegara takluk kepada Tuhan ; supaya
tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan
c)
Mengenai kerakyatan, dalam susunan negara Indonesia harus
dibentuk sistem badan permusyawaratan.
d)
Dalam lapangan ekonomi, negara akan bersifat
kekeluargaan. Sistem tolong menolong, sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai
salah satu dasar ekonomi negara
e)
Mengenai hubungan antar bangsa, negara Indonesia supaya
bersifat negara Asia Timur Raya, anggota dari kekeluargaan Asia Timur Raya.
·
Ir. Soekarno ( tanggal 1 Juni 1945) mengajukan lima dasar
bagi Negara Indonesia Merdeka. Lima
dasar itu atas petunjuk seorang ahli bahasa, terdiri :
1)
Kebangsaan
Indonesia
2)
Internasionalisme
atau Perikemanusiaan
3)
Mufakat
atau Demokrasi
4)
Kesejahteraan
Sosial
5)
Ketuhanan
yang berkebudayaan .
Lima
prinsip dasar negara tersebut oleh Soekarno diusulkan diberi nama “Pancasila”
atas saran seorang teman beliau yang ahli bahasa. Selanjutnya, beliau juga
mengemukakan usul alternatifnya, dari lima diringkas menjadi tiga rumusan yang
diberi nama Tri-Sila yaitu :
1)
Dasar
pertama, kebangsaan dan Perikemanusiaan (Nasionalisme dan Internasionalisme)
diperas menjadi satu yang diberi nama Sosio–Nasionalisme, yakni faham
kebangsaan yang berprikemanusiaan, atau Nasionalisme yang ber
Internasionalisme, yaitu Bangsa yang hidup bersama dalam kekeluargaan
bangsa-bangsa.
2)
Dasar
kedua, Demokrasi dan Kesejahteraan diperas menjadi satu diberi nama Sosio
Demokrasi, yakni faham demokrasi persamaan seluruh rakyatnya, warganegaranya,
baik dalam lapangan politik, sosial ekonomi, kebudayaan maupun agama
3)
Dasar
ketiga Ketuhanan yang berkebudayaan, yang menghormati satu sama lain di singkat
dengan Ketuhanan. Ketuhanan yang dimaksudkan disini ialah untuk menjiwai dasar
Sosio-Nasionalisme dan Sosio–Demokrasi.
Setelah
itu Ir. Soekarno juga mengusulkan, yang lima itu dapat diperas menjadi tiga,
dan yang tiga diperas lagi menjadi satu yang disebut Eka–Sila, yaitu diambilkan
dari istilah Indonesia asli “Gotong-Royong”
Gotong- royong adalah faham yang dinamis, menggambarkan satu usaha, satu
amal, satu pekerjaan, satu karya satu gawe bersama-sama, gotong royong adalah
pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan
bantu-membantu bersama. Eka-Sila, yang
berisi prinsip gotong royong ialah mendirikan Negara Gotong-Royong, yang
berarti, satu buat semua, semua buat
satu, semua buat semua.
- Piagam Jakarta
Pada
tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh Dokuritsu Zyunbi
Tioosakay mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta usul-usul mengenai
dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang BPUPKI. Sembilan tokoh yang
dikenal dengan “Panitia Sembilan” menyusun sebuah piagam yang dikenal dengan
“Piagam Jakarta”, yang di dalamnya memuat Pancasila. Adapun rumusannya adalah
sbb :
1) Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2) Kemanusiaan yang adil dan
beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Sidang PPKI
Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan sidang, di mana salah satu
hasil sidangnya adalah menetapkan UUD Negara. Dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat
rumusan Pancasila sbb :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
5) Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
Pada
hakekatnya bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tiga asas yakni :
a) Pancasila asas kebudayaan :
bahwa unsur-unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar negara secara
yuridis, sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai asas dalam adat istiadat
dan kebudayaan dalam arti luas.
b) Pancasila asas religius :
unsur-unsur Pancasila telah terdapat pada bangsa Indonesia ‘sebagai asas-asas
dalam agama-agama’(nilai religius).
c) Pancasila asas kenegaraan :
unsur-unsur tadi diolah, dibahas dan dirumuskan secara seksama oleh para
pendiri negara dalam sidang-sidang BPUPKI, panitia Sembilan. Setelah Indonesia
merdeka, rumusan pancasila calon dasar negara disahkan oleh PPKI sebagai dasar
filsafat negara.
A.
Fungsi
Pokok Pancasila
Pancasila
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki berbagai fungsi dan kedudukan antara lain :
§ Jiwa bangsa Indonesia
§ Kepribadian bangsa
Indonesia
§ Pandangan hidup bangsa
Indonesia
§ Dasar negara RI
§ Perjanjian luhur bangsa
Indonesia pada waktu mendirikan negara
§ Sumber dari segala sumber
hukum/sumber tertib hukum bagai bangsa Indonesia
§ Cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia
§ Falsafah hidup yang
mempersatukan bangsa Indonesia
Dari
berbagai fungsi dan kedudukan Pancasila, dapat dikembalikan pada dua fungsi dan
kedudukan pokok, yakni :
a.
Pancasila
sebagai sebagai dasar Negara
Pancasila
dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Falsafah Negara
(Philosofische Gronslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam
pengertian ini, Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk
mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu
dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya, seluruh
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan
perundang-undangan dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Erat kaitannya dengan
ini, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai
dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana
kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma
serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik
tertulis (UUD) maupun tidak tertulis (konvensi).
Sebagai
sumber segala sumber hukum, Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu
Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan dalam pokok-pokok
pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya
dikongkritkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
b.
Pancasila
sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat Indonesia, yang dijunjung tinggi oleh warganegara, karena
pandangan hidup tersebut berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.
Dengan pandangan hidup yang mantap, bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya, akan mampu memandang dan memecahkan segala
persoalan yang dihadapinya, sehingga tidak terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan tersebut. Dengan demikian, bangsa Indonesia akan memiliki pegangan
dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial
budaya, ekonomi, hukum, hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat
yang semakin maju.
Sebagai
intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, pancasila merupakan cita-cita
moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk
berperilaku luhur dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
-Sumber Referensi : MGMP PKN Kab. Banyumas