Rabu, 25 September 2019

Bab 2 Fungsi dan Peran Pancasila dalam Kehidupan Bangsa dan Negara


Bab II
Fungsi dan Peran Pancasila
dalam Kehidupan   Bangsa dan  Negara Indonesia
A.   Makna  Ideologi
Menurut The advance Learner’s Dictionary, Ideologi diartikan suatu sistem dari idea atau hasil pemikiran yang telah dirumuskan untuk theori politik atau ekonomi. Webster’s New World Dictionary mengartikan idologi merupakan doktrin-dotrin, pemikiran, pemikiran atau cara berpikir seorang atau klas atau lainya.
Lahirnya ideologi suatu bangsa melalui sejarah yang panjang, sesuai dengan tantangan, nasib, dan perjuangan suatu bangsa atau indiidu yang mencetuskannya. Begitu juga Ideologi Pancasila tidak begitu saja lahir, tetapi melalui sejarah panjang sesuai dengan perjalanan hidup bangsa Indonesia mulai dari jaman prasejarah, sejarah, penjajahan, sampai perumusan Pancasila dan kemerdekaan serta ditetapkannya Pancasila secara syah pada tanggal 18 Agustus 1945, menjadi dasar negara dan sekaligus sebagai idiologi negara. Pancasila sebagai ideologi memberi spirit perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya.
Dengan demikian Idiologi Pancasila bersifat dinamis, bergerak mengikuti perkembagan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta social budaya, baik yang ada dalam negeri maupu dari luar negeri.
Beberapa pandangan tentang ideologi dapat dikemukakan sbb:
a.  W.White : ideologi adalah soal cita-cita politik atau doktrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan
b.  Soerjanto Poespowardojo : ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (atau masyarakat) untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya itu seseorang menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar serta apa yang dinilai baik dan tidak baik 
c.  Oetojo Oesman dan Alfian : ideologi itu berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka.
 Pada hakekatnya, ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Dengan demikian, terlihatlah bahwa ideologi bukanlah sekedar pengetahuan teoritis belaka, tetapi menjadi sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi adalah pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologi seseorang akan semakin tinggi pula komitmen untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normatif yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. 
Pentingnya Ideologi Bagi Negara
Jika menengok sejarah kemerdekaan negara-negara dunia ketiga, baik yang ada di Asia, Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama berada di bawah cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai dan keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kenyataan hidup. Ideologi dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan, memberikan orientasi mengenai dunia beserta isinya, serta menanamkan motivasi dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajah, yang selanjutnya mewujudkannya dalam sistem dan penyelenggaraan negara.
Sedangkan jika dikaitkan dengan kondisi kekinian, secara singkat dapat dinyatakan bahwa arti pentingnya  ideologi bagi suatu bangsa adalah  memberi dasar, arah dan tujuan bagi bangsa dan negara dalam menjalankan kehidupannya dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa.
Dimensi ideologi
Menurut Alfian, ideologi perlu mengandung tiga dimensi penting dalam dirinya supaya dapat memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan perubahan zaman. Ketiga dimensi itu adalah :
a.    Dimensi realita
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam masyarakatnya terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Dengan begitu, nilai-nilai dasar ideologi itu tertanam dan berakar di dalam masyarakatnya.
b.    Dimensi idealisme
Suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dihayati suatu masyarakat atau bangsa mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama mereka.
c.    Dimensi fleksibilitas
Dimensi fleksibiltas atau pengembangan hanya mungkin dimiliki secara wajar dan sehat oleh suatu ideologi yang terbuka atau demokratis. Hal ini disebabkan karena ideologi yang terbuka atau demokratis justru menemukan, meletakkan atau bahkan mempertaruhkan relevansi atau kekuatannya pada keberhasilannya merangsang masyarakatnya untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Melalui pemikiran-pemikiran baru tentang  dirinya, ideologi itu mempersegar dirinya, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu-kewaktu.
B.    Ideologi terbuka dan Ideologi Tertutup
Perbedaan ideologi terbuka dan ideologi tertutup dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang dapat dipaparkan sebagai berikut :
No
Ideologi terbuka
Ideologi tertutup
1
Sistem pemikiran yang terbuka
Sistem pemikiran yang tertutup
2
Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri
Cenderung memaksakan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakatnya yang tidak sesuai dengan keyakinan dan pemikiran masyarakatnya
3
Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perorangan atau satu kelompok orang
4
Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat
Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh warga masyarakat
5
Tidak hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat
Pada hakikatnya ideologi tersebut hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk melanggengkan kekuasaannya dan cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja
6
Isinya tidak bersifat operasional. Ia baru bersifat operasional apabila sudah dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan perundangan lainnya
Isinya terdiri dari tuntutan-tuintutan kongkrit dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati oleh seluruh warga masyarakat

Ideologi tertutup adalah suatu sistem pemikiran yang tertutup, yang bersifat totaliter dan mutlak untuk taat dan memenuhi tuntutan ideologi tersebut (Kaelan, 2004).
Sedangan idiologi terbuka adalah: sistem pemikiran yang terbuka untuk dipelajari dan menerima perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat, bangsa dan mengikuti perubahan sesuai dengan sistem kehidupan dunia yang mengglobal. Atas dasar pengertian tersebut ciri ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
1.    Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya digali dan diambil dari nilai-nilai budanya sendiri, dan merupakan hasil musyawarah.
2.    Memiliki kebenaran yang obyekif dan universal, bukan benar menurut golongan tertentu/doktrin.
3.    Terbuka menerima penemuan-penemuan baru dan perubahan baik datangnya dari luar maupun dari dalam negeri
Kekuatan Dan Ciri-Ciri Ideologi Yang Sukses
Suatu ideologi dianggap mempunyai kekuatan jika mendapat dukungan dari bangsa itu sendiri dan dunia internasional, dan Memiliki kebanaran dan obyektifitas ditinjau dari epistimologi (filsafat) ciri-ciri ideologi yang sukses diantaranya:
1.    Moral (Morality) Ideologi harus memiliki dasar moral yang dijunjung tinggi dan menjadi kepercayaan setiap warga, dalam bersikap, berpri. baik hidup bermasy. dan berbangsa.
2.    Fleksibel (Flexisibility) artinya mudah mengikuti perkembangan jaman sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

C.   Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Sebagai warga bangsa yang memiliki kesadaran bernegara, tentunya kita merenungkan dan bercermin pada apa  yang telah diwariskan oleh "Founding Father", yakni suatu tatanan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pendahulu telah menempatkan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.  Pancasila merupakan alat pemersatu NKRI, karena dalam sila-silanya mengalir filosofi yang sangat mendasar mengarahkan bangsa Indonesia pada suatu kehidupan yang utuh : taat kepada agama yang diyakini, toleransi, bersatu, saling menghormati, tolong menolong dan senasib sepenanggungan, menerapkan kesepakatan dalam dinamika negara demokrasi, adil, makmur, aman dan sejahtera.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan hukum universal, juga sebagai ideologi terbuka yang dinamis bukan statis. Pancasila, digali dari nilai nilai luhur bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang memberikan filosofi, suatu tatanan yang mendasar dalam "Pluralism -State", cara pandang dan “Way of Life yang mengikat sebagai hukum dasar dalam sistem kenegaraan di Indonesia. Menurut Alfian, keorisinilan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia terletak pada tiga kenyataan, yakni :
1)    Bangsa Indonesia sendiri yang memilih sila dari dalam dirinya
2)    Bangsa Indonesia pula yang memutuskan urut-urutan kelima sila itu sebagaimana sekarang
3)    Bangsa Indonesia mempersiapkan kelima sila itu sebagai satu rangkaian kesatuan yang utuh, bukan terpisah-pisah
Pilihan Pancasila sebagai ideologi ternyata tepat, sebab hanya sejarah yang dapat membuktikannya. Makin lama-makin panjang hidupnya bangsa berdasarkan Pancasila itu, makin dirasakan betapa tepatnya Pancasila itu sebagai ideologi bangsa. Pembuktian tepat tidaknya Pancasila sebagai ideologi bangsa ini memang tidak dapat diukur secara perhitungan matematis, atau menurut perhitungan biasa, tetapi hal itu dirasakan dan diyakini oleh bangsa dalam perjalanan hidupnya. Pembuktian itu adalah tindakan yang diperlihatkan oleh bangsa ketika ada perlawanan bersenjata, ataupun kudeta yang mencoba menggantikan dasar negara Pancasila dengan ideologi lain. Usaha mempertahankan ideologi ini ditunjukkan dengan pengorbanan jiwa dan materi.
Atas ideologi ini, bangsa yang beraneka ragam suku dan kebudayaannya dapat hidup dengan serasi. Persatuan dapat dipelihara, mereka berjuang bersama membina negara ini.  Kekurangan suatu ideologi bila tidak dirasakan tepat oleh masyarakat, akan kehilangan kekuatannya. Rakyat tidak akan mau secara sukarela mempertahankan sesuatu kalau hal tersebut tidak dirasakan sebagai panggilan hidupnya.
Pilihan Pancasila sebagai ideologi paling tidak didasarkan pada alasan a.l.:
a.     Mengambil ideologi lain yang sudah dianggap mapan, kemudian dimasukkan ke dalam negaranya sendiri adalah merupakan suatu percobaan. Setiap bangsa mempunyai kepribadian sendiri, historis yang berlainan, sistem masyarakat yang berbeda.
b.    Kehidupan masyarakat suatu bangsa merupakan keunikan. Setiap sistem kemasyarakatan yang dianggap ideal terkandung di dalam kehidupan kebudayaan suatu bangsa. Sebenarnya tergantung pada bangsa itu sendiri, mana yang dianggapnya paling tepat dipakai sebagai ideologi bangsa dan negaranya.
c.     Dari sekian ideologi yang telah dan pernah ada, telah nampak kekurangan-kekurangannya, baik liberalisme, fasisme, komunisme maupun sosialisme. Ideologi tersebut berkisar mengenai manusia dan masyarakat. Di satu pihak memuja individu, sementara dipihak lain memuja masyarakat. Dilihat dari kedudukan manusia di dalam perkembangan sejarahnya, maka ekstrimitas itu selalu mengandung kekurangan di dalam perkembangannya. Kekurangan-kekurangan pada masing-masing ideologi tersebut tidak usah ditiru, dan juga sebenarnya tidak dapat diadakan tambal sulam, karena ideologi itu merupakan satu kesatuan. Setiap  ideologi ada karakteristiknya.
Karakteristik Ideologi Pancasila
Karakteristik atau ciri khas ideologi Pancasila adalah sbb:
§ Pertama : Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti pengakuan bangsa Indonesia akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dunia dengan segala isinya. Tuhan sebagai kausa prima, karena itu sebagai umat yang bertuhan, dengan sendirinya harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
§ Kedua ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku dan bahasanya. Sebagai umat manusia, kita adalah sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
§ Ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa. Di dalam persatuan itulah dapat dibina kerjasama yang harmonis. Dalam hubungan ini, maka persatuan Indonesia kita tempatkan di atas kepentingan sendiri. Pengorbanan untuk kepentingan bangsa, lebih ditempatkan daripada pengorbanan untuk kepentingan pribadi.
§ Keempat, adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan bernegara berdasarkan atas sistem demokrasi. Dalam pelaksanaan demokrasi kita mementingkan musyawarah. Musyawarah tidak didasarkan atas kekuasaan mayoritas maupun minoritas.
§ Kelima, adalah keadilan sosial bagi hidup bersama, Keadilan dalam kemakmuran adalah cita-cita bangsa kita sejak lampau. Sistem pemerintahan yang kita anut bertujuan untuk tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila senantiasa berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sbb.:
1.    Nilai dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaam,Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai dasar ini selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.    Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya, program-program pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan
3.    Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu,  Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi yakni :
a.     Dimensi idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu pada hakekatnya bersumber pada falsafah Pancasila, karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu mendorong motivasi pendukungnya untuk berupaya mewujudkan  cita-citanya.
b.   Dimensi normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Dalam pengertian ini, Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi serta merupakan pokok kaidah negara yang fundamental. Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c.    Dimensi realita
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan dimensi Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi Pancasila :
a.    Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata.
b.    Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan
c.    Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.

D.   Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Sejarah perumusan Pancasila dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Padat tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Choosakai (selanjutnya disebut : Badan Penyelidik). Badan ini kemudian terbentuk pada tanggal 29 April 1945, tetapi baru dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. Dengan terbentuknya Badan Penyelidik yang dipimpin oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat, bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini kita jadikan suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
  1. Sidang BPUPKI
BPUPKI mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, membahas usulan dasar negara. Sidang kedua tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945, membahas rancangan Undang-Undang Dasar Negara.
Dalam sidang pertama BUPKI, dikemukakan usul dasar negara sbb :
·      Mr. Muhammad Yamin (tanggal 29 Mei 1945) mendapat kesempatan pertama untuk mengemukan pidatonya di hadapan sidang-lengkap Badan Penyelidik.  Dalam pidatonya mengenai Asas dan Dasar Negara kebangsaan Republik Indonesia, beliau mengemukakan   :
1)      Peri Kebangsaan
2)      Peri Kemanusiaan
3)      Peri Ketuhanan
4)      Peri Kerakyatan
5)      Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau mengusulkan secara tertulis lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang rumusannya sebagai berikut :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kebangsaan Persatuan Indonesia
3)      Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perlu dicatat disini, bahwa usul lima asas dasar Negara yang dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin secara lisan dan dikemukkan secara tertulis terdapat perbedaan baik perumusan kata-katanya maupun sistematikanya.
·     Mr.Soepomo ( tanggal 31 Mei 1945) menyampaikan usulan dasar negara sbb :
1)      Paham Negara Kesatuan
2)      Perhubungan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3)      Sistem Badan Permusyawaratan
4)      Sosialisasi Negara
5)      Hubungan antar Bangsa
Dalam pidatonya, Soepomo mengemukakan teori-teori negara sbb:
1)      Teori negara perseorangan (individualis), sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, JJ Roesseau, Herbert Spencer, HJ Laski. Menurut faham ini, negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak sosial seluruh rakyat.
2)      Teori negara kelas (Class Theory) atau teori golongan, yang diajarkan oleh Marx, Engels dan Lenin. Menurut teori ini, negara adalah alat dari suatu golongan (kelas) untuk menindas golongan (kelas) lain.
3)      Paham negara integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel. Menurut paham ini, negara bukanlah untuk menjamin perseorangan atau golongan , melainkan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan. Negara adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, bagian atau anggotanya saling berhubungan erat satu sama lain dan merupakan kesatuan organis.
Dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan :
a)      Pendirian negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter, yakni negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, akan tetapi yang mengatasi semua golongan, baik golongan besar maupun kecil. Dalam negara yang bersatu ini, urusan agama diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan
b)      Agar para warganegara takluk kepada Tuhan ; supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan
c)      Mengenai kerakyatan, dalam susunan negara Indonesia harus dibentuk sistem badan permusyawaratan.
d)      Dalam lapangan ekonomi, negara akan bersifat kekeluargaan. Sistem tolong menolong, sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi negara
e)      Mengenai hubungan antar bangsa, negara Indonesia supaya bersifat negara Asia Timur Raya, anggota dari kekeluargaan Asia Timur Raya.
·     Ir. Soekarno ( tanggal 1 Juni 1945) mengajukan lima dasar bagi Negara Indonesia Merdeka.  Lima dasar itu atas petunjuk seorang ahli bahasa, terdiri  :
1)    Kebangsaan Indonesia
2)    Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3)    Mufakat atau Demokrasi
4)    Kesejahteraan Sosial
5)    Ketuhanan yang berkebudayaan .
Lima prinsip dasar negara tersebut oleh Soekarno diusulkan diberi nama “Pancasila” atas saran seorang teman beliau yang ahli bahasa. Selanjutnya, beliau juga mengemukakan usul alternatifnya, dari lima diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu :
1)     Dasar pertama, kebangsaan dan Perikemanusiaan (Nasionalisme dan Internasionalisme) diperas menjadi satu yang diberi nama Sosio–Nasionalisme, yakni faham kebangsaan yang berprikemanusiaan, atau Nasionalisme yang ber Internasionalisme, yaitu Bangsa yang hidup bersama dalam kekeluargaan bangsa-bangsa.
2)     Dasar kedua, Demokrasi dan Kesejahteraan diperas menjadi satu diberi nama Sosio Demokrasi, yakni faham demokrasi persamaan seluruh rakyatnya, warganegaranya, baik dalam lapangan politik, sosial ekonomi, kebudayaan maupun agama
3)     Dasar ketiga Ketuhanan yang berkebudayaan, yang menghormati satu sama lain di singkat dengan Ketuhanan. Ketuhanan yang dimaksudkan disini ialah untuk menjiwai dasar Sosio-Nasionalisme dan Sosio–Demokrasi.
Setelah itu Ir. Soekarno juga mengusulkan, yang lima itu dapat diperas menjadi tiga, dan yang tiga diperas lagi menjadi satu yang disebut Eka–Sila, yaitu diambilkan dari istilah Indonesia asli “Gotong-Royong”  Gotong- royong adalah faham yang dinamis, menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, satu karya satu gawe bersama-sama, gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama.  Eka-Sila, yang berisi prinsip gotong royong ialah mendirikan Negara Gotong-Royong, yang berarti, satu  buat semua, semua buat satu, semua buat semua.
  1. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh Dokuritsu Zyunbi Tioosakay mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta usul-usul mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang BPUPKI. Sembilan tokoh yang dikenal dengan “Panitia Sembilan” menyusun sebuah piagam yang dikenal dengan “Piagam Jakarta”, yang di dalamnya memuat Pancasila. Adapun rumusannya adalah sbb :
1)      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3)      Persatuan Indonesia
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  1. Sidang PPKI
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan sidang, di mana salah satu hasil sidangnya adalah menetapkan UUD Negara. Dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan Pancasila sbb :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3)      Persatuan Indonesia
4)      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
5)      Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pada hakekatnya bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tiga asas yakni :
a)     Pancasila asas kebudayaan : bahwa unsur-unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar negara secara yuridis, sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai asas dalam adat istiadat dan kebudayaan dalam arti luas.
b)     Pancasila asas religius : unsur-unsur Pancasila telah terdapat pada bangsa Indonesia ‘sebagai asas-asas dalam agama-agama’(nilai religius).
c)     Pancasila asas kenegaraan : unsur-unsur tadi diolah, dibahas dan dirumuskan secara seksama oleh para pendiri negara dalam sidang-sidang BPUPKI, panitia Sembilan. Setelah Indonesia merdeka, rumusan pancasila calon dasar negara disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat negara.
A.   Fungsi Pokok Pancasila
Pancasila mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila memiliki berbagai fungsi dan kedudukan antara lain :
§ Jiwa bangsa Indonesia
§ Kepribadian bangsa Indonesia
§ Pandangan hidup bangsa Indonesia
§ Dasar negara RI
§ Perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara
§ Sumber dari segala sumber hukum/sumber tertib hukum bagai bangsa Indonesia
§ Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
§ Falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia
Dari berbagai fungsi dan kedudukan Pancasila, dapat dikembalikan pada dua fungsi dan kedudukan pokok, yakni :
a.    Pancasila sebagai sebagai dasar Negara
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam pengertian ini, Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya, seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Erat kaitannya dengan ini, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik tertulis (UUD) maupun tidak tertulis (konvensi).
Sebagai sumber segala sumber hukum, Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
b.    Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang dijunjung tinggi oleh warganegara, karena pandangan hidup tersebut berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. Dengan pandangan hidup yang mantap, bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya, akan mampu memandang dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya, sehingga tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan demikian, bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam  kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

-Sumber Referensi : MGMP PKN Kab. Banyumas


ELEMEN 4 NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA UNIT 1

 Unit 1 Paham Kebangsaan, Nasionalisme dan Menjaga NKRI  Dalam mendalami materi ini silahkan simak Video di bawah ini Pertemuan 1           ...